ZONATIMES.COM – Pekan Olahraga Nasional (PON) Papua XX 2021 bakal digelar mulai 1-15 Oktober 2021. Jelang pagelaran, sejumlah epidemolog mencemaskan kesiapan Papua menggelar pesta olahraga nasional tersebut.
Para epidemolog khawatir, PON Papua XX 2021 itu bisa memicu lonjakan kasus Covid-19. Kekhawatiran itu muncul apabila pemerintah Papuan tidak mengantisipasi secara serius.
Sebagai rekomendasi, pemerintah dan panitia pelaksana PON perlu menjalankan protokol kesehatan Covid-19 secara ketat. Pihak berwenang sebaiknya menjatuhkan sanksi tegas bagi mereka yang melanggar prokes.
Pada diskusi secara online yang digelar Jumat 24 September lalu, epidemiolog kolaborator LaporCovid-19 Iqbal Elyazar memberikan beberapa rekomendasi. Ia menegaskan, prokes kesehatan jangan hanya bagus di atas kertas saja. Melainkan juga perlu diterapkan secara efektif, efisien, dan konsisten.
Iqbal mencontohkan penerapan prokes Covid-19 yang sangat tegas. “Berkaca dari Olimpiade Tokyo 2020, tuan rumah sudah melakukan persiapan luar biasa dan menerapkan aturan ketat. Namun, penularan Covid-19 masih terjadi dan kebanyakan di luar laga,” ujar Iqbal.
Lebih lanjut, Iqbal juga memberi rekomendasi jumlah penonton pada pembukaan PON Papua XX yang digelar 2 September mendatang. Penonton diperbolehkan hadir dengan kuota maksimal 25 persen dari kapasitas bangku terpasang.
Saran itu disampaikan mengingat PON XX Papua berpotensi menimbulkan kerumunan. Apalagi ajang itu bakal diikuti sekitar 6.300 atlet, 3.000 ofisial tim, dan 9.000 orang pendukung acara, dari berbagai provinsi di Tanah Air.
Padahal, di lain pihak, cakupan vaksinasi Covid-19 di Papua masih sangat rendah. “Baru 14 persen masyarakat di Papua yang telah menerima vaksin dosis kedua,” tambah Iqbal.
Tanggapan Ketua PAEI Papua
Ketua Perhimpunan Ahli Epidemiologi Indonesia (PAEI) Papua Hasmi menanggapi kecemasan tersebut. Ia menyatakan, empat kluster (daerah penyelenggara) PON 2021 masuk kategori zona merah dengan cakupan vaksin yang rendah.
Namun, anehnya, positivity rate di empat daerah itu per pekan ini tiba-tiba menurun, yaitu jadi 1,42 persen. Padahal, sebelumnya selalu di atas 15 persen. Keempat daerah itu adalah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura, Mimika, dan Merauke.
Sementara itu, ka Hasmi, rasio lacak hanya 1:2,47. Padahal, menurut WHO, per 1 kasus perlu dicari 30 kontak erat. Perhitungan ini masih sangat jauh.
Dari 24 kabupaten di Papua yang memiliki kasus Covid-19, hanya 25 persen yang punya alat PCR. Sebagian besar ada di Kota Jayapura. “Ada juga tantangan lain, yaitu seringkali alat PCR rusak,” ujar Hasmi.
Kendala Pelacakan Covid-19 dan Program Vaksinasi
Upaya meningkatkan pelacakan, tes, maupun vaksinasi, itu terkendala sejumlah tantangan. Hal itu mulai dari aspek gangguan keamanan yang dipicu kelompok kriminal bersenjata hingga faktor budaya masyarakat yang belum mempercayai keberadaan Covid-19 maupun manfaat vaksinasi.Dalam kondisi tidak ideal itu, disiplin prokes tetap menjadi kunci seraya diiringi upaya peningkatan 3T (tes, lacak, dan perawatan).
Sebagai perbandingan, di Olimpiade Tokyo 2020, panitia menerapkan sanksi tegas, yaitu memulangkan para peserta jika melanggar prokes. Hal itu dialami dua atlet judo asal Georgia setelah meninggalkan gelembung untuk berjalan-jalan sejenak.
Para tenaga kesehatan di Papua pun juga berharap panitia, peserta, maupun tamu PON berkomitmen menjalankan prokes. Jika tidak, lonjakan kasus di Papua akan membuat mereka kewalahan mengingat terbatasnya fasilitas kesehatan di sana.
Melansir Kompas.com, Menteri Pemuda dan Olahraga Zainudin Amali berkata, pemerintah dan panitia sangat memerhatikan prokes di PON Papua. Selain tes PCR berkala, bakal diterapkan pula pola gelembung seperti di Tokyo.
“Agar berjalan sesuai rencana, saya dan jajaran Kemenpora akan giliran berkantor di Papua selama PON,” ujar Amali.
Juru Bicara Pemerintah untuk Covid-19, Reisa Broto Asmoro, berkata, aplikasi Peduli Lindungi wajib dipakai seluruh pihak yang terlibat dalam PON. Hal itu menjadi rekomendasi pencegahan Covid-19 untuk PON Papua.