ZONATIMES.COM, Opini – Virus corona, semenjak virus ini muncul pertama kalinya di Indonesia pada 2 Maret 2020 sangat meresahkan masyarakat dan mengubah sisi kehidupan di negara ini. Hingga 18 Mei telah terkonfirmasi 17.520 kasus positif, meninggal 1148, data ini bukan jumlah yang sedikit, dibandingkan dengan kasus sembuh hanya berada pada angka 4.129.
Kini dampak Covid-19 tidak hanya pada sektor kesehatan saja, sektor pendidikan pun sangat terasa dampaknya. Pemerintah sudah mengimbau untuk bekerja, belajar, dan beribadah dari rumah semenjak mewabahnya pandemi virus ini.
Pemerintah dengan kebijakan membatalkan Ujian Nasional 2020. Seperti dalam Surat Edaran Nomor 4 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan Pendidikan Dalam Masa Darurat Coronavirus Disease (Covid-19) yang diterbitkan oleh Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Anwar Makarim.
Tidak hanya UN yang dibatalkan oleh pemerintah tetapi pada tingkat Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) pelaksanaan Ujian Kompetensi Siswa (UKK) yang menjadi salah satu instrumen uji untuk menguji kompetensi keahlian siswa SMK juga dibatalkan.
Siswa SMK tahun ini juga terancam tidak akan mendapat bekal sertifikat kompetensi yang mendapatkan pengakuan secara nasional dari BNSP karena Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) P1 sebagai penyelenggara uji terancam tidak dapat melaksanakan uji sertifikasi kompetensi melalui LSP akibat pandemi Corona.
Tak terkecuali, dampak Covid-19 ini dirasakan di kampus-kampus perguruan tinggi, dari perkulihan bertatap muka secara langsung di ruang kelas, malah kini menjadi kelas aplikasi. Yah yang biasanya digunakan Zoom. WhatsAap dan juga Class Room.
Metode perkulihan dalam jaringan (daring) ini banyak mahasiswa yang mengeluh dan jenuh, namun apa dikata ini adalah cara terbaik untuk tetap kuliah, ada banyak cerita yang muncul dari sistem ini, mahasiswa yang meninggal karena jatuh dari menara masjid karena mencari jaringan, atau ada mahasiswa yang harus naik gunung untuk mengikuti perkulihan, ada mahasiswa yang ekonominya terbatas karena pengunaan kuota yang meningkat. Sungguh Covid-19 adalah ujian yang nyata bagi kaum pelajar di negara ini.
Begitupun pada sektor ekonomi sendiri, juga terlihat dampak Corona dengan banyaknya moda bisnis yang tidak bisa berjalan normal serta mengalami penurunan pendapatan, berkurangnya produktivitas kerja dan pengurangan ekspor sekaligus kenaikan impor yang berimplikasi pada berkurangnya pertumbuhan ekonomi.
Bank dunia memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia di tahun ini akan tertekan di level 2,1 persen. Bank Indonesia (Bl) juga telah merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi RI menjadi di bawah 5 persen atau hanya sekitar 2,5 persen. Lambatnya pertumbuhan ekonomi ditengah covid-19 ditandai dengan kondisi lingkungan ekstemai dan melemahnya permintaan dalam negeri serta menurunnya sentimen bisnis dan konsumen.
Banyak perushan besar yang rugi, sampai-sampai harus memberhentikan puluhan karyawan karena tak mampu menutupi gaji mereka, pedagang kecil yang tutup sendirinya karana tidak adanya konsumen atau pembeli. Sedangkan di lini lain ada yang memanfaatkan momen ini untuk mengais rezeki dua kali lipat Nauzubillah.
Sementara pada aspek kegiatan beribadah masyarakat juga mengalami gangguan. Masyarakat mengurung diri di rumah, menghindari tempat keramaian, dan bahkan pelaksanaan ibadah Umrah dibatalkan karena pelarangan mengunjungi Mekah dan Madinah. Ibadah haji tahun inipun terancam tidak dapat dilaksanakan.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga telah mengeluarkan Fatwa Nomor 14 Tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Ibadah dalam Situasi Terjadi Wabah Covid-19. Masjid-masjid ditutup dari salat Jum’at dan salat berjamaah mengikuti fatwa MUI ini.
Kementerian Agama juga telah mengeluarkan himbauan untuk pelaksanaan ibadah tarawih selama
bulan Ramadan dilakukan di rumah, Nuzulul Qur’an, dan Tadarus di masjid ditiadakan selama pandemi Covid-19. Hal yang sama juga terjadi pada umat agama lain yang mengalami hambatan dalam beribadah.
Artikel ini lebih menitikberatkan pada dampak Covid-19 pada persoalan kesejahteraan sosial masyarakat yang terkait dengan kesehatan, kondisi ekonomi rumah tangga, rasa aman dan nyaman, serta kualitas hidup mayarakat yang baik.
Hal ini menjadi penting untuk memastikan masyarakat yang sedang dihadapkan pada pandemi Covid-19 dapat tetap memenuhi kebutuhan dasarnya dan menjalankan fungsi sosialnya. Pemerintah perlu selain berfokus utama penanganan pandemi Covid-19, juga tidak mengabaikan kondisi kesejahteraan masyarakat di masa pandemi Covid-19 ini.
Jika kesejahteraan masyarakat diabaikan, dikuatirkan akan memicu kerentanan sosial yang besar di masyarakat. Kondisi inilah yang akhir-akhir ini ditakutkan terjadi di masyarakat akibat pandemi Covid-19.
Saat ini yang mulai tampak adalah pandemi Covid-19 mengancam segala aspek kehidupan masyarakat, seperti sosial, ekonomi, kesehatan, dan psikologis. Mulai munculnya kondisi kerentanan sosial (social vulnerability) yang terjadi pada masyarakat dalam menghadapi pandemi Covid-19 menyebabkan posisi ketahanan masyarakat (community resilience) mengalami shock.
Ketahanan masyarakat ini berkaitan dengan kemampuan dari masyarakat untuk dapat menggunakan sumber daya yang tersedia dalam memenuhi kebutuhan dasar dan menjalankan fungsi sosialnya. Tetapi di sisi lain kondisi yang terjadi saat ini menjadikan ketahanan masyarakat mengalami kerentanan sosial yang berdampak pada produktivitas menurun, mata pencarian terganggu, dan munculnya gangguan kepanikan sosial dkmasyarakat.
Dalam pemerintahan sendiri, pemerintah kini di uji oleh adanya Covid-19 ini harus berfikir sedemikian kali, kebijakan-kebikan bermunculan, peraturan priseden, menteri, gubernur, bupati hingga desa melakukan perubahan rancangan anggaran memprioritaskan Bantuan kemasyarakat dan Pencegahan Covid-19 di wilayah masing-masing.
Jika ditanya seberapa penting kerentanan sosial ini ditengah pandemi Covid-19? Kerentanan sosial membawa dampak munculnya tindakan-tindakan masyarakat yang bersifat negatif seperti tindakan apatis, kriminal, serta tindakan irasional lainnya.
Jangan heran dengan adanya tindakan masyarakat yang mencari keuntungan ditengah pandemi covid-19 seperti menimbun masker, penimbunan dan pemalsuan cairan hand sanitizer, memborong masker kemudian menjualnya dengan hal yang tinggi, pencurian masker bantuan pemerintah, tindakan masyarakat yang tidak peduli dengan instruksi pemerintah untuk social distancing dan physical distancing.
Hal lain yang terlihat seperti masih ada masjid yang melaksanakan salat Jum’at padahal sudah ada fatwa MUI untuk salat di rumah, massa siswa melakukan pawai kelulusan dengan konvoi sepeda motor, serta masih banyak masyarakat yang bisa kita lihat melakukan kegiatan kumpuI-kumpul dan kegiatan kerumunan.
Parahnya lagi, ketakutan yang sangat dikhawatirkan terjadi ditengah pandemi Covid-19 akibat terjadinya kerentanan sosial ini adalah munculnya tindakan kriminal karena kondisi ketidakstabilan ekonomi, minimnya pendapatan masyarakat serta tuntutan pemenuhan kebutuhan hidup.
Oleh karena itu, pemerintah baik pusat dan daerah dalam menerapkan kebijakan physical distancing, atau karantina wilayah maupun lockdown, harus memperhatikan aspek kesejahteraan sosial di masyarakat. Penting sebuah kebijakan pemerintah didukung penuh oleh masyarakat agar berjalan efektif. Pemerintah harus memastikan kondisi masyarakat memiliki ketahanan sosial pada diri dan keluarganya. Ini hanya bagian dari deretan dampak dari Covid-19. Mari berdoa semoga ini cepat berakhir.
Penulis : Andi Riswangga Ashari, Sekertaris Desa Ujunge, Kecamatan Tonra, Kabupaten Bone