ZONATIMES.COM, Makassar – Dalam kondisi Covid-19, pemerintah Indonesia berusaha sekuat tenaga untuk meminimalkan dampaknya terhadap masyarakat. Namun, tujuannya harus lebih dari sekedar menangani pandemi tetapi bagaimana membuat hidup lebih baik dengan efisiensi anggaran yang kurang prioritas. Covid-19 ini memberikan pelajaran untuk melakukan efisiensi dimana kita bisa melihat anggaran dinas tahun ini sebagai acuan.
Sehubungan dengan perihal tersebut, menteri keuangan sangat menekankan untuk melakukan efisiensi dan refocusing anggaran dalam rangka kegiatan percepatan pencegahan dan penanganan Covid-19. Efesiensi dalam hal ini bukan hanya pada anggaran perjalanan dinas, tetapi juga dalam hal seperti konsumsi rapat, dan anggaran transportasi.
Maka diharapkan efisiensi ini bisa dijadikan sebagai gaya hidup yang baru. Dengan menggunakan realokasi anggaran yang tepat sasaran, pemerintah dapat menjadikannya sebagai peluang untuk melakukan pembangunan infrastruktur yang menunjang perekonomian.
Dampak yang ditimbulkan dari adanya wabah Covid-19 merupakan sesuatu yang sangat jelas kita rasakan sekarang ini.
Dengan adanya wabah pandemi Covid-19, dapat melumpuhkan aktivitas masyarakat di berbagai aspek seperti kesehatan, pendidikan, politik, dan bisnis kendati demikian akan melumpuhkan sistem perekonomian suatu negara, bahkan dapat menimbulkan resesi ekonomi suatu negara tidak ketinggalan negara kita Indonesia yang pertumbuhan ekonominya sangat anjlok seiring dengan meluasnya wabah Covid-19 di negara kita.
Dengan demikian, tentu saja membuat pemerintah untuk senantiasa bekerja lebih keras lagi dalam menangani permasalahan tersebut. Sehingga memaksa untuk merombak kembali anggaran yang telah disusun untuk di realokasikan ke penanganan dan pencegahan penyebaran Covid-19.
Ketika kita berbicara mengenai efisiensi anggaran Covid-19, tak lepas dari Peraturan Presiden Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk penanganan pandemi Covid-19. Dalam perkembagannya telah di setujui oleh DPR menjadi Undang-Undang No. 2 Tahun 2020 dan disahkan oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 16 Mei 2020 di Jakarta.
Dengan dikeluarkannya peraturan ini memberikan gambaran yang jelas bahwa pemerintah senantiasa berupaya dalam melakukan penanganan penyebaran pandemi Covid-19, dan menjamin stabilitas keuangan, menyelamatkan perekonomian negara, dan menjamin kesehatan masyarakat luas.
Menuju Reformasi Struktural
Ketua Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) Rosan Perkasa Roeslani saat jumpa pers pada (15/4/2020) menyatakan bahwa Indonesia harus mengantisipasi dampak yang terjadi pasca Pandemi Covid-19 dan memulihkan perekonomian salah satunya dengan menggenjot penenaman modal asing (Foreign Direct Investment/ FDI).
Untuk itu, dengan adanya reformasi struktural dapat menciptakan iklim usaha yang kondusif. Salah satunya, dengan menerbitkan RUU Cipta Kerja di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada 12 Februari 2020 dan telah disahkan pada 5 Oktober 2020 lalu oleh ketua DPR menimbulkan Pro dan Kontra dalam masyarakat.
Adapun beberapa ketentuan yang terdapat dalam UU Cipta Kerja tersebut dianggap kontroversial antara lain terkait dengan pekerja kontrak (perjanjian kerja waktu tertentu/PKWT), upah, pesangon, hubungan kerja, mekanisme pemutusan hubungan kerja (PHK), penyelesaian perselisihan hubungan industrial, serta jaminan sosial.
Permasalahan ini menggegerkan publik seperti yang kita rasakan hingga detik ini mereka mengecam isi dari RUU Cipta Kerja yang terlalu mengintimidasi klaster ketenagakerjaan dan Gender untuk kepentingan para investor.
Namun, masyarakat sangat berharap akan adanya titik terang dari pemerintah terkait dengan polemik tersebut tanpa harus ada pihak dirugikan.
Mengingat bangsa kita sekarang sedang berusaha untuk melawan dan mencegah penyebaran wabah Covid-19 yang memiliki dampak sangat besar di berbagai sekor bagi negara. Perekonomian merupakan salah satu sektor yang terdampak akibat adanya wabah Pandemi ini.
Oleh karena itu, masyarakat Indonesia menaruh harapan besar kepaada pemerintah untuk menghadapi krisis tersebut. Dengan adanya RUU Cipta Kerja yang lebih pro terhadap masyarakat diharapkan dapat meningkatkan perekonomian yang lebih baik kedepannya menuju perkonomian Indonesia yang struktural sebagai solusi terbaik untuk bangkit dari keterpurukan ini.
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo mengingatkan bahwa terkait kebijakan struktural menjadi kunci untuk mendorong kapital. Perry juga merumuskan bahwa terdapat empat poin penting terkait reformasi struktural guna mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
Pertama, reformasi untuk meningkatkan daya saing serta produktivitas, yakni dengan melakukan pengembangan di sektor infrastruktur. Kedua, indonesia harus melakukan reformasi industrilisasi terkait dengan ekspor perdagangan. Ketiga, reformasi struktural juga harus dilakukan dengan memanfaatkan ekonomi digital guna mendorong perekonomian indonesia yang inklusif. Keempat, reformasi struktural dari sisi pembiayaan dengan terus bersinergi melalui mobilisasi simpanan di pasar modal serta instrumennya.
Dengan terciptanya reformasi struktural ini di harapkan dapat membuat Indonesia bangkit dari keterpurukan ekonomi akibat adanya wabah pandemi Covid-19 sekarang ini dalam rangka untuk mendukung Indonesia maju di tahun 2045 yang akan datang. Kesimpulannya, Ayo kita menjaga persatuan dan kesatuan bangsa, melawan Covid-19, dan sama-sama mengefesienkan anggaran untuk Indonesia yang lebih baik!
Penulis: Hajrah (Akuntansi UIN Alauddin Makassar)