ZONATIMES.COM, Makassar – Viral sebuah tayangan video yang beredar di akun media sosial Twitter @dw_indonesia, pada Jumat 25 September 2020. “Apakah anak-anak yang dipakaikan #jilbab itu memiliki pilihan atas apa yang ingin ia kenakan?,” tulis DW Indonesia. Media asal Jerman Deutch Welle (DW) tersebut menuai banyak hujatan dari para netizen karena cuitan yang dinilai bernada sentimen dan liberal.
Psikolog Rahajeng Ika, salah satu yang diwawancarai DW mengatakan, “Mereka menggunakan atau memakai sesuatu tapi belum paham betul konsekuensi dari pemakaiannya itu.”
Senada dengan hal tersebut, Darol Mahmada, seorang feminis Muslim berucap, “Tetapi kekhawatiran saya sebenarnya lebih kepada membawa pola pikir si anak itu menjadi eksklusif karena dari sejak kecil dia ditanamkan untuk misalnya “berbeda” dengan yang lain,” katanya( FAJAR.co.id, 26/9/2020).
Dalam video yang berdurasi 3 menit 31 detik tersebut, DW mewawancarai orangtua yang memakaikan anaknya jilbab sejak kecil, seorang psikolog, dan seorang feminis Muslim. Tak lupa disertakan video anak-anak yang sedang bermain, lengkap dengan jilbabnya. Di awal tayangan, video tersebut terkesan edukatif dan islami. Namun diakhir, ditutup dengan kalimat yang dilontarkan oleh psikolog dan feminis Muslim tersebut dengan nada sinis dan terkesan liberal. Wajar saja jika banyak pihak yang menilai bahwa video tersebut menunjukkan sikap Islamofobia.
Seperti yang dikatakan Fadli Zon, anggota DPR yang juga Wakil Ketua Umum Partai Gerindra dalam cuitannya, “Liputan ini menunjukkan sentimen “islamofobia” dan agak memalukan untuk kelas @dwnews,” melalui akun Twitternya, @fadlizon (jurnalgaya.pikiran-rakyat.com, 26/9/2020).
Jika kita cermati konten video tersebut, terlihat pernyataan yang bermakna sentimen dan terkesan gagal paham akan syariat Islam itu sendiri. Misalnya, pendapat Rahajeng tentang anak-anak yang diharuskan pake jilbab. Padahal dalam Islam, jilbab pada anak hanya merupakan pembiasaan, bukan pemaksaan. Oleh karena itu, pernyataan selanjutnya sama sekali tidak berdasar dan ngelantur sebab asas yang digunakan keliru.
Begitupun pernyataan dari Darol yang terkesan sangat liberal, yakni mengatakan bahwa di masa pertumbuhan, anak-anak seharusnya dibiarkan untuk menjadi siapapun dan apapun. Bisa kita bayangkan, dalam kondisi saat ini, dimana tayangan-tayangan di media begitu bebas tanpa filter. Apa jadinya jika anak-anak dibiarkan tumbuh tanpa pembimbingan dan pendidikan yang benar? Karena pada dasarnya, pembiasaan berbuat baik sejak usia dini adalah upaya orangtua untuk menumbuhkan habit pada anak, termasuk dalam hal pemakaian jilbab.
Mewaspadai Pemikiran Liberal
Salah satu kebebasan yang dijamin di alam demokrasi adalah kebebasan berpendapat. Namun sangat disayangkan, negeri-negeri pengemban sistem ini, termasuk Indonesia menjadikan kebebasan ini seolah berstandar ganda. Fakta yang terlihat sampai hari ini adalah ketika yang dibicarakan terkait syariat Islam kaffah, maka pelakunya akan terjerat hukum bahkan dipidanakan.
Disisi lain, ketika ada aksi yang secara terang-terangan mengkriminalisasi Islam, ditindak biasa-biasa saja. Sehingga apa yang kita saksikan adalah maraknya Islamofobia dan bebasnya pemikiran liberal yang sangat merusak, terlebih generasi muda. Sungguh ironi di negeri mayoritas Muslim.
Pun beredarnya video dengan konten menyoroti sisi negatif ketika anak memakai jilbab sejak kecil, tak lepas dari kebebasan ala liberal. Berbagai upaya para feminis dan liberalis, tak lepas dari agenda global dalam menghadang geliat kebangkitan umat. Lihatlah kasus vandalisme yang juga baru-baru terjadi pada sebuah Musala di Tangerang, framing negatif ajaran Islam, persekusi para aktivis dan ulama, serta masih banyak lagi bentuk Islamofobia yang menimpa negeri ini.
Pembiasaan Sejak Dini
Patut dipahami bersama bahwa masa golden age pada anak, tak boleh terlewati dengan hal-hal buruk apalagi melanggar syariat. Sebagai seorang Muslim, standarnya sangat jelas, yakni berbasis akidah Islam. Anak-anak harus terbangun habit-nya dalam hal akidah, syariat, dan akhlak.
Pemakaian jilbab ketika keluar rumah merupakan syariat yang diwajibkan bagi seorang muslimah ketika sudah baligh. Agar tumbuh menjadi habit, maka sejak kecil dibiasakan untuk mengenakannya. Perlu dicatat, bahwa tugas orang tua disini adalah dalam rangka mendidik dengan cara yang baik, bukan pemaksaan.
Jilbab seperti yang ditulis di atas atau dipahami oleh kebanyakan orang adalah kerudung atau khimar. Pembiasaan penggunaan jilbab sejak dini disertai pemahaman akan ketatatan pada syariat-Nya, akan menjadikannya sebagai sosok muslimah yang tangguh.
“Dan hendaklah takut kepada Allah Swt. orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar.” (QS An-Nisa: 9)
Wallahua’lam bishshowab.
Oleh: Dr. Suryani Izzabitah (Dosen dan Pemerhati Generasi)