Gusdurian Barru Bicara Moderasi Agama di Diksi lll

ZONATIMES.COM, Barru – Mengangkat tema ‘Gusdur dan Moderasi Beragama’. Jaringan Gusdurian Barru menggelar Diksi lll (Diskusi Santai) di Warkop Qonita Takkalasi, Kabupaten Barru, Sabtu, 19 Oktober 2019.

Diksi lll ini menghadirkan narasumber dari Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA), DR. H Kamaruddin Hasan, dan Pembina Pondok Pesantren Darud Dakwah Wal Irsyad (DDI) Takkalasi, KH. Ahmad Munir.

Sementara peserta dari Diksi lll hadir Puluhan dari berbagai kalangan pelajar mahasiswa, serta masyarakat setempat.

Penjelasan dari Dr. H Kamaruddin Hasan, sampaikan beberapa poin penting yang menjadi pembahasan dari tema yang diangkat diantaranya, bicara soal, keberagaman yang dianut bangsa ini sangat inklusif.

Menurut Kamaruddin, bahwa Islam diturunkan sebagai agama yang Rahmatan Lil Alamin yang datang sebagai pencerah dan memberi kedamaian bagi alam semesta.

Selain itu ia juga menyebutkan, bahwa Gusdur memiliki corak pemikiran yang tidak terikait pada ikatan primordial dan cara berpikir humanistik sekaligus kosmopolitan.

“Sebagai generasi muda, kita harus belajar agama kepada guru guru yang jelas sanad keilmuannya. Islam Nusantara bukan sebuah aliran, akan tetapi cara pandang dalam Islam secara sosiologis dan kultural,” jelas Kamaruddin yang juga Dosen UNM.

Sementara narasumber lainnya, KH. Ahmad Munir menjelaskan secara spesifik terkait soal Islam sebagai agama toleransi dan perdamaian.

“Islam merupakan agama yang mengedepankan toleransi dan perdamaian. Sistem Khilafah yang digaungkan oleh Hizbut Tahrir adalah sistem yang bersifat ilusi dan tidak ada Al Quran,” jelas Ahmad Munir yang juga Pengkaji Aswaja An-Nahdliyyah Barru.

Kata dia, narasi yang muncul terkait kehancuran Indonesia yang dilatar belakangi ketidak hadiran khilafah, adalah kebohongan yang sengaja digaungkan.

Sejarah Islam dalam pemerintahan Khulafaurasydin, lanjut Ahmad Munir, masing masing memiliki cara pemilihan Khalifah yang berbeda, sehingga tidak ada sistem baku pada bentuk pemerintahan yang dikenal dalam Islam. Islam hanya menjelaskan terkait cara memilih pemimpin. Apapun nama dan bentuknya tetap sah jika pemilihannya adil.

Diakhir dari Diksi lll itu, dari semua penjelasan dari narasumber dan pertanyaan, Moderator Moh. Rivai simpulkan poin pentingnya.

Singkatnya, moderasi beragama senantiasa harus dan sedapat mungkin masif dan intens dinarasikan di tengah eksklusifisme beragama yang kian hari kian menebar ancaman kebhinekaan. Kondisi demikian tentu tidak boleh dibiarkan berlarut.

Sebab menurutnya, sangat potensial mematikan semangat persaudaraan, memupuk kebencian, merusak kerukunan dan persatuan bangsa. Eskalasi eksklusifisme beragama harus dilawan dengan narasi-narasi moderasi beragama dan mengarusutamakan diskusi-diskusi yang menitikberatkan pada nilai-nilai yang senafas ddngan perdamaian dan persatuan.

“Jangan karena perbedaan justru menjadi faktor kita sebagai bangsa terbelah dan akhirnya hancur lebur. Gusdur telah meneladankan, saatnya kita melanjutkan,” tutup Rivai sapaannya.

Leave a Comment