KPI 2021: Urgensi Penyiaran dalam Penguatan Nilai-Nilai Kemanusiaan

ZONATIMES.COM – Departemen Ilmu Komunikasi, Fisip, Unhas menyelenggarakan Konferensi Penyiaran Indonesia (KPI) 2021. Konferensi digelar secara hybrid yang berlangsung di The Rinra Hotel Makassar dan melalui aplikasi Zoom Meeting. 

KPI 2021 menghadirkan Wakil Ketua DPD RI Sultan Bachtiar Najamudin sebagai salah satu dari 4 keynote speaker pada kelas paralel 1. Pada sesi kelas paralel 1, para pembicara membahas mengenai urgensi penyiaran dalam penguatan nilai-nilai kemanusiaan. 

Asmadewi yang merupakan salah satu peserta Mata Kuliah Manajemen Komunikasi, Jurusan Ilmu Komunikasi, Universitas Muslim Indonesia (UMI) berkesempatan mengikuti KPI 2021 melalui zoom. Maka berikut ini ulasan materi yang disampaikan Sultan Bachtiar Najamudin. 

Indonesia sedang mengalami setidaknya 53 besar dalam perspektif kami yang berdampak langsung pada sisi yang paling asasi dari pertama itu adalah pandemic Covid-19 kemudian ancaman perubahan iklim dan ancaman korupsi yang dibungkus dalam praktek demokrasi liberal yang sering saya sebutkan.

Hal ini tentu perlu mendapatkan perhatian serius meskipun Indonesia dikaruniai kekayaan alam yang melimpah kerusakan lingkungan terjadi dengan laju yang cepat dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana BNPB menunjukkan selama 10 tahun terakhir Indonesia telah mengalami kebakaran hutan dan lahan sebanyak 1220 kejadian-kejadian tertinggi pada tahun 2018 dan 2016 dengan masing-masing sebanyak 527 dan 178 kejadian atau kasus. Selain itu laporan 2020 di Asia Tenggara terutama dalam 5 tahun terakhir mengungkap sekitar 4,47 juta hektar lahan atau setara dengan 8 kali luas Pulau Bali terbakar tahun 2015-2019.

Format ini mengutip pernyataan Ibu Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga sangat serius terhadap isu perubahan iklim mengatakan bahwa karbon ini itu seluruh dunia terkena dan bisa siapa saja menularkan infeksi pada kita. Juga harus mampu mendudukkan Indonesia di dalam konteks ancaman Global ini dan sekaligus mendudukkan Indonesia di dalam konteks kesiapan kita sehingga kita tidak didikte tapi kita apa yang disebut dengan tatanan Global baru Indonesia tidak seharusnya selalu dalam situasi menunggu dan defensif dan kemudian negara lain atau otoritas lain membuat regulasi baru kita menyesuaikan.

Krisis sosial selanjutnya adalah kejahatan keuangan atau korupsi yang menjadi dampak dari praktik demokrasi liberal. Demokrasi liberal yang pernah terjadi di era tahun 50-an kembali terjadi di Indonesia dengan ancaman yang lebih mengkhawatirkan saat ini kapitalisasi demokrasi liberal media massa yang partisan kapitalisasi demokrasi juga dinilai telah banyak merusak mentalitas wakil rakyat maupun pejabat yang ada.

Yang selama ini terjadi di Indonesia saya pribadi mengatakan bahwa demokrasi yang kita harus saat ini lebih banyak melahirkan politisi daripada negarawan Indonesia secara demokrasi sangat kaya akan politisi.

Era digital yang tidak lagi mengenal batas-batas interaksi dan sumber informasi yang luar biasa jumlahnya publik sangat membutuhkan institusi yang berperan sebagai sensor sosial dan penyiaran publik dan media sosial yang bebas terhadap perkembangan mental anak anaknya di saat yang sama orang tua cenderung abai terhadap aktivitas anak-anak dalam belajar dengan metode daring selama pandemic berdasarkan riset dari penelitian. (Asmadewi)