Memaknai Macca na Malempu dalam Budaya Bugis

Oleh: Dr. Indrayanti

Tuntutlah ilmu sampai ke negeri Cina, karena menuntut ilmu adalah kewajiban setiap manusia.

Setiap orang ingin menjadi pintar, sehingga berbagai cara orang melakukan agar menjadi pintar. Seperti bersekolah dengan baik, kursus atau berlatih sendiri secara otodidak. Pintar sendiri memiliki berbagai arti meskipun ada yang mengatakan pintar itu sama dengan cerdas. Akan tetapi, meskipun maknanya sama, pintar dan cerdas memiliki arti yang berbeda.

Pintar adalah sebutan untuk orang yang teratur dan disiplin sehingga ia selalu mampu mengerjakan apa yang diperintahkan. Orang pintar selalu melakukan segala sesuatunya dengan baik dan  dapat mencerna apapun dengan sempurna. Pintar itu bisa dicari,asalkan ia mau belajar dengan tekun.

Sementara, cerdas adalah sebutan untuk orang yang tidak terlalu teratur dan tidak terlalu disiplin tetapi ia selalu mampu mengerjakan apa yang diperintahkan dengan baik. Orang cerdas mampu mencerna segala sesuatunya dengan sempurna. Cerdas biasanya merupakan faktor keturunan dan tidak bisa dicari. Orang cerdas suka bermain dan bermalas-malasan, tetapi anehnya kemampuan mereka di berbagai bidang tidak diragukan lagi. Mereka tahu kapan harus santai dan kapan harus menunjukkan kepintaran mereka. Secara emosional pun orang cerdas jauh lebih baik ketimbang orang pintar.

Di Masyarakat Bugis, cerdas atau pintar dikenal dengan istilah macca. Macca merupakan salah satu nilai dari siri’ na pesse yang penting. Bahkan, macca merupakan salah satu syarat untuk menjadi seorang pemimpin. Untuk berperilaku,  macca  selalu disandingkan dengan lempu (macca na malempu), dimana lempu berarti jujur. Sehingga dalam bertindak harus kecerdasan harus  dibarengi dengan kejujuran.

Terdapat ungkapan yang berbunyi Aja nasalaiko acca sibawa lempu, naia riasennge acca, de’ gaga masussa napogau, de’ to ada masussa nabali ada madeceng malemmae, mateppei ripadeinna tau, naia riasennge lempu, makessing gau’ na, madecenngi ampena, namatau ri Dewata (jangan sampai engkau tidak memiliki kecerdasan dan kejujuran, yang dinamakan kecerdasan  adalah tidak ada sesuatu yang sulit dilakukan, tidak ada pula pernyataan atau pertanyaan yang sulit dijawab kata-kata yang lemah lembut, dia juga percaya kepada sesama manusia. Adapun yang di maksud kejujuran adalah baik perbuatannya serta takut kepada Tuhan).

 Ungkapan di atas menunjukkan bahwa ciri orang orang yang cerdas adalah mampu melakukan sesuatu, mengemukakan pendapat, menjawab pertanyaan-pertanyaan dengan perkataan yang benar dan mampu mengendalikan emosi sehingga  dipercaya sesama manusia.

 Pentingnya kecerdasan dalam masyarakat Bugis tertulis dalam Lontara yaitu eppa’I uangenna gau’ na woroane nariaseng massipa makunrai, tenna ribilang woroane. Seuani makkutui, maduanna malemmai, matelunna benngoi, maeppa’na bebe’ I (empat ciri laki-laki dipandang sebagai perempuan dan tidak dikategorikan sebagai laki-laki. Pertama ia pemalas, kedua ia lemah, ketiga ia dungu, keempat ia bodoh. Dungu artinya sangat tumpul otaknya, bodoh artinya tidak memiliki pengetahuan).

Syarat kecerdasan dalam masyarakat Bugis merupakan hal yang penting karena bagi masyarakat Bugis orang yang cerdas adalah orang yang mampu melakukan pekerjaan dengan mudah. Artinya, ia memahami seluk beluk pekerjaan  yang ia lakukan dan terampil dalam mengerjakannya. Selain itu, ia juga mampu memecahkan solusi dengan bijaksana apabila terjadi suatu masalah dalam pekerjaannya.

Pemecahan suatu masalah membutuhkan kecakapan tersendiri. Menurut Lontara kecakapan memiliki empat ciri yaitu riasennge macca eppe’i :naitai ri olona gau’e najeppuiwi munrinna, mappasitinajai ada mappasiralong wenru’, saroi mase ri salasanae pakkutonai alena, paodai ada matojo enrennge ada malemma (yang dimaksudkan cakap ada empat cirinya: menyelami latar belakang persoalan dan mengetahui benar akibatnya, melayakkan kata dan memantaskan sesuatu, merendahkan diri selayaknya selaras dengan harga dirinya, dan dapat mengucapkan kata tegas serta lemah lembut).

Pernyataan tersebut menunjukkan bahwa orang yang cerdas tidak hanya mampu mengutarakan pendapat-pendapatnya secara luas tetapi juga dapat menyelami kelayakan suatu rencana atau suatu pekerjaan. Selain itu, seorang yang cakap harus mampu menempatkan diri dan menyampaikan kalimat-kalimat yang patut.

Orang cerdas selalu bertindak bijaksana, baik dalam kata-kata maupun dalam perilakunya.  Ia menghargai orang lain karena ia menyadari bahwa orang lain memiliki kelebihan-kelebihan yang tidak ia miliki. Sehingga dapat juga dikatakan bahwa manusia yang cerdas adalah manusia yang bertindak patut tanpa melupakan harga dirinya karena ia mengerti bahwa kehormatan akan datang dengan sendirinya kalau ia bersedia memberikannya kepada orang lain.

Makna macca menegaskan bahwa kaum Bugis bukanlah seperti apa yang sering dicap orang-orang yaitu pa’bambangang na tolo (cepat marah dengan tanpa pertimbangan). Masyarakat Bugis hanyalah berpegang pada siri’, dan bila siri’nya terusuk, maka nyawalah taruhannya.

Penulis adalah Dosen Ilmu Komunikasi Unhas