Aliansi Masyarakat Toraja Menguggat PLTA Malea

ZONATIMES.COM, Toraja – Sekitar 700 ratusan masyarakat yg tergabung dalam Aliansi Masyarakat Toraja Menggugat (AMTM) PLTA Malea menggelar aksi unjuk rasa di depan kantor pusat  PLTA Malea dan kantor DPRD Kabupaten  Tana Toraja. Masyarakat mendesak agar aktivitas pembangunan PLTA Malea dihentikan.

Dalam aksi tersebut, sempat terjadi ketegangan antara massa aksi dan pihak kepolisian ketika masyarkat memaksa dan menggeledah kantor Malea karena pimpinannya tidak menemui masyarakat.

“Kami meminta PLTA Malea menghentikan aktivitas pembangunan karena masyarakat sudah merasa sangat diresahkan dari dampak pembangunan, baik dampak lingkungan serta adanya situs budaya yang dirusak dan dihancurkan,” ucap Boron selaku Jenlap, dalam rilis diterima zonatimes.com Senin, (27/07/2020).

Ketua Format dalam orasinya mengatakan, Malea telah melakukan pelanggaran berat.

“Pengelolaan lingkungan sangat buruk. Dimana limbah seperti oli, material galian, besi-besi, sisa semen dibuang langsung ke sungai sa’dan dimana PLTA Malea memang belum memiliki tempat penampungan limbah B3 dan kolam pengendapan,” tegas Heriadi.

“Ini jelas mencemari lingkungan dan melanggar UU 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan peraturan pemerintah No. 101 tahun 2014 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun,” sambungnya.

Ia menambahkan, ia menduga ada persekongkolan antara pemerintah, DPRD dan PLTA Malea karena melakukan pembiaran terhadap kejahatan  lingkungan yang jelas sangat mengancam kehidupan masyarakat dari hulu ke hilir.

Oleh karena itu ia meminta kepada DPRD, pemerintah dan PLTA Malea untuk menghentikan aktivitas pembangunan Malea atau akan melakukan pemboikotan (penutupan paksa) dimana sudah 1 Minggu terakhir ini masyarakat sudah melakukan penutupan.

Selain itu, Zem Ziratoki juga dalam orasinya mengatakan bahwa Malea harus bertanggungjawab atas semua masalah yang ditimbulkan, melakukan pemulihan lingkungan hidup, kembalikan situs budaya yang dirusak, ganti rugi lahan yang dirusak, melakukan perbaikan infrastruktur, normalisasi mata air bersih akibat pembuatan terowongan, dan lain-lain.

“Oleh karena itu jangan pernah melakukan aktivitas kalau tuntutan kami belum terpenuhi,” tegas Zem dalam orasinya.

Tak sampai disitu Anto, perwakilan Lembang  Buakayu dalam orasinya menuntut agar pemerintah dan DPRD mengevaluasi izin-izin PLTA Malea. Ia duga bahwa Malea belum mengantongi izin lengkap dalam proses pembangunan yg dilakukan dan berdasarkan surat dari DLH provinsi pertanggal 19 Juli 2019.

Anto klaim, Malea telah melakukan pelanggaran yaitu telah melakukan usaha dan atau kegiatan perubahan desain atau penambahan konstruksi yang tidak terlingkup dalam dokumen lingkungan dan izin lingkungan.

“Kami juga meminta agar proses pembebasan lahan ditelusuri ada banyak masalah, sebab dalam proses pembebasan lahan, kami nilai sangat tidak manusiawi dan terkesan diambil paksa,” tegasnya.

Yudi perwakilan Lembaga Adat Toraja (LAT) mengatakan bahwa Toraja adalah pariwisata dan budaya. Kami sangat marah ketika situs budaya atau cagar budaya leluhur kami yang sudah dijaga ratusan hingga ribuan tahun lalu dirusak.

Dalam aksi di DPRD Kabupaten Tana Toraja, Massa diterima oleh Wakil Ketua DPRD Tana Toraja, Yohanis Lintin Paembongan, serta anggota DPRD Semuel Tandirerung, Yan Anggong Kalalembang dan Drs Lita serta perwakilan dari PT Malea Energi, M.Sakur.

DPRD berjanji akan mengagendakan pertemuan lanjutan dengan OPD terkait, DPRD, Pemerintah Kecamatan, Perwakilan Lembang, Tokoh Masyarakat, Lembaga Adat Toraja dan mahasiswa pada hari Rabu ,29 Juli 2020. (*)