ZONATIMES.COM, Makassar – Pandemi COVID-19 ini sangat berdampak pada dunia. Semua bidang menggamparkan adanya penurunan pada kurva pendapatan. Tidak ketinggalan juga Indonesia yang bisa dibilang saat ini masih memperjuangkan angka penekanan penyebaran COVID-19. Banyak masyarakat dunia masyarakat dunia yang berharap pandemi ini segera berlalu, namun mungkin Sang Pencipta masih ingin menguji kesabaran kita.
Setiap tantangan pun dihadapi dan dilewati, terlebih pada keuangan yang utamanya dapat menopang keberlangsungan hidup masyarakat. Tujuh bulan kita hidup di era New Normal membuat banyak masyarakat bingung, stress, sedih, dan berbagai macam perasaan yang berkecamuk dalam mendapatkan pundi-pundi Rupiah. Banyak perusahaan yang gulung tikar akibat pendapatan yang terus menurun dan sebagian bisnis memulai semuanya dari awal dengan sistem baru yang sesuai dengan protokol kesehatan tentunya.
Tidak hanya masyarakat, pemerintah pun terus berusaha mempertahankan kestabilan keuangan Negara, namun apalah daya pandemi ini masih berlanjut yang tidak tau kapan berakhir membuat keuangan Negara terus mengalami ketidakstabilan.
Di awal masa pandemi Covid-19, Menteri keuangan Sri Mulyani fokus untuk menangani keuangan Negara. “ Kenapa fokus padan keuangan Negara dan sistem keuangan? Karena kami tahu bahwa pandemi ini pasti mebutuhkan dukungan keuangan Negara dari sisi penanganan kesehatan”, ungkap Sri Mulyani.
Kita kembali teringan beberapa bulan lalu, di awal Pademi ini banyak sekali Dokter yang tertular virus Corona diakibatkan kurangnya alat pelindung diri (APD). Saat itu Negara kita masih sangat kekurangan Alat pelindung diri (APD) untuk mereka yang menjaga garda terdepan di Rumah sakit.
Tentu untuk mengadakan APD ini, pemerintah membutuhkan dana yang sangat besar. Tidak hanya untuk satu daerah saja yang membutuhkan namun seluruh daerah yang ada di Indonesia. Saat itu Indonesia mengimpor Alat pelindung diri dengan skema pembelian dan sumbangan dari China sebanyak 170.000.
Ini tentu berpengaruh kepada belanja Negara pada bulan April, di sampaikan oleh MENKEU Sri Mulyani dalam konferensi Pers APBN KiTa (Kinerja dan fakta) bahwa belanja Negara, hanya tumbuh 0,1%. Tentu saja ini masih akan terus berlanjut seiring dengan masih meningkatnya penyebaran COVID-19 di Indonesia.
Hingga saat ini Indonesia telah mencatat 303.000 jiwa yang terserang virus corona, dengan perbandingan pasien yang sembuh jauh lebih besar di banding pasien yang meninggal dunia . Angka ini tentu belum permanen, karena belum ada yang dapat memastikan pandemi ini berakhir. Ini berarti keuangan Negara masih terus dibutuhkan khususnya dalam bidang kesehatan. Menurut IMF (International Monatary fund), perekonomian dunia saat ini memasuki fase resesi. Diperkirakan pertumbuhan ekonomi terkontraksi (Negatif) sebesar 3% (year on year/yoy). Adanya penurunan dalam pertumbuhan ekonomi dunia ini meningkatkan kurva pemutusan Hubungan kerja (PHK) di banyak negara dan salah satunya Negara kita Indonesia.
Pada Maret 2020, pemerintah telah mengeluarkan perpu Nomor 1 Tahun 2020 tentang kebijakan keuangan Negara dan stabilitas sistem keuangan untuk penanganan pandemi corona virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam rangka menghadapi ancaman yang membahayakan perekonomian nasional dan/atau stabilitas sistem keuangan.
Adanya virus corona ini juga menambah beban masyarakat menengah ke bawah, kenapa? Karena tidak adanya pendapatan yang masuk dalam keuangan rumah tangga, sedangkan masih banyak perut yang harus di isi. Hal ini membuat masyarakat mencari jalan keluar atas kebingungan ini. Banyak masyarakat yang memilih pinjaman kredit di bank dengan bunga.
Namun, apakah ini efektif? Menurut saya tidak, hal ini mungkin akan menambah beban masyarakat dengan utang yang harus dibayar dengan bunga perbulan. Pinjaman kredit di bank juga tentu menimbulkan Riba, sedangkan di agama kita diharamkan memakan hasil Riba.
Kampanye yang di lakukan masyarakat muslim tentang Riba membuat banyak orang tertarik untuk beralih ke Bank syariah. Bagian bank syariah yang paling menonjol adalah Bagi hasilnya. Tentu saja dengan Bagi hasil ini masyarakat tidak terbebani dengan pinjaman di bank utamanya di masa pandemi ini. Beberapa solusi telah digiatkan oleh perbankan syariah di masa New normal ini seperti zakat, infak, sedekah, wakaf dan pinjaman Qardharul hasan.
Walaupun realisasi zakat masih rendah, namun masih dapat membantu masyarakat tidak mampu yang terdampak COVID-19. Selain itu, UMKM yang masih harus terus mempertahankan eksistensinya di era ini di bantu dengan modal usaha unggulan yang di iringi dengan pendampingan yang ketat sehingga dapat pertanggungjawakan.
Bank syariah mulai memperilihatkan eksistensinya, hal ini karena Bank syariah mampu menghadirkan produk yang memberikan social impact yang lebih di masa pandemi ini. Bank syariah juga telah mampu menghasilkan pertumbuhan keuntungan yang besar dibandingkan tahun sebelumnya. Jadi tidak ada salahnya pada tahun ini fokusnya pada pemulihan ekonomi dan membantu para nasabah terdampak.
Walaupun kita berada di bawah tekanan virus corona, kita harus tetap berada pada jalur yang benar. Mencari solusi tentu sangat perlu, namun tidak meninggalkan perintah sang pencipta. Kita masih perlu menggiatkan kegiatan positif yang dapat menarik minat masyarakat dalam mencari solusi keuangan secara syariah.
Penulis: Khusnul khatimah (Jurusan Akuntansi)