ZONATIMES.COM – Pendidikan sepertinya memasuki era baru yang kelihatannya akan mengalami kemajuan sangat pesat. Namun dilain sisi akan meninggalkan jejak-jejak kemunduran.
Pasalnya, dengan ditemukannya aplikasi Ruang Guru dipercaya dapat membawa angin segar ditengah kemarau dunia pendidikan Indonesia selama ini.
Aplikasi Ruang Guru sekilas nampak menjanjikan. Sebab, Ia adalah hasil olahan kreatifitas yang membuahkan aplikasi pembelajaran.
Tapi celakanya, aplikasi ini jika tidak gunakan secara cerdas justru hanya akan mematikan essensi guru sebagai pengajar bahkan niscaya akan mendegradasi kreatifitas, inovasi dan menstagnansi paradigma berpikir para guru itu sendiri.
Sebagai seorang guru sejatinya harus kritis dan mengkritisi setiap pengetahuan dan pengalaman disekitarnya, utamanya mengenai kehadiran aplikasi Ruang Guru ini. Ruang Guru adalah sebuah aplikasi yang baru-baru ini buming dan menarik magnetik kalangan para guru.
Selain bentuknya yang digital juga karena fitur-fiturnya yang menarik. Tapi, tentu kita harus dan jangan lupa kritis. Saya lebih cenderung memaknainya bahwa aplikasi ini adalah salah satu manufaktur RI 4.0 yang berorientasi bisnis berbasis digital yang menawarkan bahan pembelajaran.
Fitur “diskon, murah dan promo terbatas” yang ditawarkan didalamnya telah sangat mendeskripsikan keberadaannya. Ada jualan ada pula yang diajarkan. Namun, nampaknya persentase apa yang diajarkan tidak berbanding lurus dengan apa yang dijual. Sehingga, kehadiran aplikasi ini sangat rentan membawa kemunduran utamanya bagi Guru apabila tidak digunakan secara proporsional.
Sepertinya, sistem dalam Ruang Guru mendesain dan mengarahkan pendidikan agar berRI 4.0 juga. Sangat nampak, bagaimana materi-materi pembelajaran didigitalisasi dan dibakukan menjadi sebuah sistem daring yang serba praktis lagi cepat. Memang bagus karena mempermudah bagi guru dalam mengajar dan menemukan bahan ajar.
Mungkin saja Ruang Guru akan menjadi satu-satunya sumber dari segala sumber pembelajaran bagi Guru yang menyisihkan sumber pembelajaran lainnya yang mengakibatkan Guru ogah belajar dari sumber yang lain, membaca-mencari referensi dibuku-buku. Pokoknya semuanya ada di “Ruang Guru”. Itu saja. Pada gilirannya membuat Guru tidak akan pernah inovatif, kreatif, kritis dan progressif jika hanya beralaskan aplikasi Ruang Guru.
Ruang Guru dengan segala kecanggihannya bukan berarti harus dibuang seluruhnya tanpa menyisakan bagiannya yang lain yang relevan. “Mala yudraku kulluhu la yutraku kulluhu: apa yang tidak berlaku seluruhnya, jangan dibuang bagiannya yang lain”. Seperti itu kira-kira.
Salah satu kompetensi terbesar seorang guru adalah kelincahannya dalam berkolaborasi. Ruang Guru hanya harus diadaptasikan ke dalam ekosistem pendidikan sambil lalu dikolaborasikan dengan sumber-sumber pembelajaran lainnya. Perpaduan bahan ajar klasik-sebut saja buku-buku dengan bahan ajar modern-digital kekinian semisal Ruang Guru tentu akan sangat membantu memperkaya bahan ajar seorang guru itu sendiri.
Sebab, bahan yang klasik-klasik biasanya mentradisi dari generasi-generasi sehingga patut dipertahankan yang baik-baiknya. Adapun kehadiran bahan yang moderen diambil pula yang baik-baiknya. Inilah urgensi dari al muhafazhatu ala al qadim ash shalih wa al akhdu bi al jadidi al ashlah mempertahankan tradisi lama yang baik dan mengambil tradisi baru yang baik.
Ruang Guru hanya salah satu bahan pembelajaran dari banyak macam bahan pembelajaran tapi bukanlah satu-satunya. Sebaiknya dan memang seharusnya para Guru harus cerdas meramu bahan ajar menjadi satu bahan pembelajaran yang menarik dan kreatif. Jika tidak, maka proses belajar mengajar akan monoton lagi membosankan bagi anak-anak didik.
Guru yang hidup di abad 21 sedapat mungkin adaptif dengan kemajuan dan perkembangan zaman. Bahwa teknologi harus dipandang sebagai kemajuan yang mampu menciptakan peluang-peluang utamanya dalam mencipta-karya media dan bahan pembelajaran.
Di samping itu, kecakapan guru harus bisa berpacu dengan kecepatan teknologi yang kian hari kian gesit. Dalam pengertian bahwa seorang Guru sangat dituntut untuk terus menerus mengupgrade kapasitas memori internal diri dan mengupdate pengetahuan-pengetahuan eksternal yang ada diluar dirinya.
Nelson Mandella pernah berpidato “pendidikan adalah senjata ampuh untuk mengubah dunia”. Ucapan Nelson Mandella ini tentu bukan isapan jempol belaka. Ia berangkat dari kenyataan rakyat dan negaranya yang kala itu mengalami nestafa akibat keterpurukan dan krisis yang dialaminya sana sini. Ucapannya bak Kredo yang menginspirasi bagi rakyat-rakyatnya.
Dengan merekontruksi pendidikan mampu membawa negara dan rakyatnya keluar dari jeratan keterbelakangan dan kemunduran. Hal Ini mengisyaratkan betapa pentingnya pendidikan. Jika pendidikannya baik, maka akan baik pula nasib rakyat dan negaranya.
Mendiang Gus Dur berpesan “dunia pendidikan akhirnya lebih banyak diisi oleh birokrat dan manajer pendidikan bukan pemikir yang berspektif luas dan berpandangan jauh ke depan”. Ini adalah salah satu kritikan beliau yang melihat pendidikan tidak ubahnya sebagai gurita birokrat yang manut sistem yang menghasilkan pendidik taat aturan dan enggan berpikir kritis dan bebas.
Ini penting direnungkan sebab, dalam kenyataannya memang diakui atau tidak para Guru-tidak seluruhnya ada juga yang melaksanakan pekerjaannya hanya sebatas penggugur kewajiban.
Ditambah dengan adanya budaya “asal bapak senang” dibumbuhi ancaman mutasi yang sangat tidak baik yang terus menerus terpelihara di kalangan birokrasi pendidikan yang tanpa sadar justru mengebiri kebebasan dan berkreasi para Guru. Akibatnya, Guru yang digadang-gadang dapat mensukseskan tujuan nasional pendidikan yakni “Mencerdaskan Kehidupan Bangsa” justru hanya finish di “Asal Ngajar Selesai”.
Guru bersama Ruang Guru-nya sebaiknya dikolaborasikan sesuai pemahaman akan kebutuhan sosial dan budaya masing-masing habitus pendidikannya. Menghasilkan bahan pembelajaran yang baik lagi menarik tidak monoton harus mengandalkan sistem lama yang telah berabad-abad digunakan. Sebab, sistem yang baru hadir tentu menghadirkan hal-hal yang baru pula yang patut diuji coba. Pada titik inilah kapasitas guru yang kreatif dan inovatif diuji.
Predikat yang melekat dipundak seorang guru itu ada dua, yakni tuntunan dan tuntutan. Jika seorang guru gesit menginovasi dan mengkreasi dengan memanfaatkan bahan dan media pembelajaran yang ada (termasuk aplikasi ruang guru) maka baik pula output yang dihasilkan dalam hal ini peserta didik akan senang belajar dan selalu terinspirasi ingin belajar.
Dengan sendirinya, Ia akan jadi tuntunan bagi anak didiknya. Tapi, jika seorang guru ngajar di kelas kerjanya hanya ngomel melulu sambil lalu mendikte tulisan kepada anak didiknya maka pada saat itu, ia akan mendapatkan tuntutan sana sini, bukan hanya dari orangtua siswa dan atasan tapi juga dari gajinya perbulan.
Selasa (03/09/ 2019)
Muhammad Suryadi
(Koordinator GUSDURian Barru)