ZONATIMES.COM, Opini – Saat kebebasan, hanya sebatas angan-angan belaka. Dan kita diharuskan hidup sesuai aturan negara, ekspresi serta kritik dibungkam.
Di negeri ku, rakyat hanya sebuah fatamorgana untuk kepentingan oligarki yang utama.
Rakyat bisa apa, hanya mengandalkan penghasilan upah minim perhari, yang miskin ditindas dan yang kaya dituankan hingga tanah rakyat digusur dijadikan bangunan ala kapitalis.
Hidup dalam derita menjadi sebuah kebiasaan sehingga kebahagiaan adalah hanya hal yang begitu fana. Sebab, perlawanan menjadi hal menakutkan di sebagian kalangan karena sistem begitu brutal kepada para pejuang hak keadilan.
Doktrinan lingkungan terhadap mahasiswa begitu kental dengan cacian sehingga terkadang umpatan melayang kepada mahasiswa yang turun kejalan untuk melakukan gerakan demonstrasi.
Rakyat ialah warga negara dalam suatu kawasan berlabel negara dengan adanya konstitusi, serta sistem yang akan membentuk sebuah kebijakan.
Di Indonesia sendiri konstitusi dibangun berlandaskan asas filosofis Pancasila yang dibuat atas kesepakatan the founding fathers. Hal yang paling kental dalam pemaknaan Pancasila yaitu kebebasan hak bersuara agar terbentuk keadilan dalam sistem demokrasi yang dianut.
Faktanya, berbagai suara telah dilemparkan kepada pemerintah belakangan ini dengan adanya pandemi Covid-19 dijadikan tameng bagi pemerintah untuk segera mengsahkan beberapa RUU yang kontroversial. Sebab berbagai penolakan telah dilayangkan.
Bahkan korban pun berjatuhan akan tetapi pemerintah seolah acuh dan seperti tidak peduli dengan perjuangan mereka yang menuntut hak mereka untuk mendapatkan sebuah keadilan di negerinya ini.
Begitukah sistem yang kita anut selama ini, rasanya Orba (Orde baru) tapi hanya berbeda nama saja. Kalau pusat bertindak seperti itu maka turunan kebiasaan dan perilaku dari pemerintah akan turun kepada para pemangku kampus-kampus di Indonesia, sebab pemerintah bersama dengan pemangku perusahaan kapitalis dan pemangku kampus bergaya kapitalis.
Kita tidak tahu bahwa kampus menjadikan mahasiswanya sebagai ladang bisnis semata mereka. Bukannya dalam konstitusi Pasal 31 ayat (1) Undang-Undang Dasar 1945, yaitu: “Setiap warga negara berhak mendapatkan pendidikan”.
Dalam amanat UUD itu, nerarti semua warga negara di Indonesia memiliki hak untuk dapat merasakan pendidikan, tak hanya di bangku sekolahan tapi juga di bangku perkuliahan karena perkuliahan juga termasuk ke dalam ranah pendidikan.
Namun nyatanya banyak teman-teman kita yang tidak mampu untuk melanjutkan kuliah mereka hanya karena perihal biaya yang begitu membebankan. Banyangkan saja bagaimana perjuangan para orang tua mereka, yang harus banting tulang dengan harapan agar anak mereka dapat mengikuti semester berjalan di kampus.
Bantuan pun yang diberikan Indonesia tidak merata sebab beasiswa yang diberikan hanya diperuntukkan bagi mereka yang pintar.
Beasiswa adalah gaya kapital sebab persaingan adalah hal yang utama bahwa siapa yang berusaha dia yang akan mendapatkan hasilnya, bagaimana generasi kita mau maju kalau yang bodoh terpinggirkan tanpa ada edukasi.
Mereka seolah melihat bahwa kebodohan adalah hal yang paling haram dan harus kita musnahkan tapi cara pemusnahan mereka adalah dengan cara pengabaian dan pengabaian hanya akan mengahsilkan kebodohan yang membludak dari orang-orang yang terpinggirkan.
Persaingan adalah hukum rimba seharusnya kita mengupayakan bagaimana mereka yang mampu membantu yang miskin, bagaimana birokrasi dengan kekuatannya mampu berkerja sama dengan pemerintah untuk meringankan beban UKT mahasiswa apalagi selama Covid-19, sebab banyak orang tua mahasiswa hanya sebagai buruh dan banyak buruh yang di PHK akibat anjloknya sistem perekonomian.
Inilah saatnya kita bangkit jika birokrasi tak mendengar suara kita, saatnya kita bersama-sama aksi solidaritas sesama rakyat bantu rakyat dan mahasiswa bantu mahasiswa untuk cuti massal, sebab tanpa uang mahasiswa birokrasi bisa apa.
Biarkan kampus-kampus di seluruh Indonesia menjadi sepi jika mereka tak mau mendengarkan suara kita dengan aksi mogok bayar uang semester. Ayo kita sama-sama membantu teman-teman kita yang tidak mampu dengan aksi solidaritas kalian.
Kita adalah satu generasi yang kemudian jika kita bisa menyatukan seluruh ruang kehidupan agar terciptanya keadilan dan tidak lagi ada orang orang yang ditindas , terpinggirkan dan dimiskinkan. Sudah saatnya kita bangkit dan melawan ketertindasan. Saatnya menyatukan kekuatan kita untuk bersama sama meruntuhkan kebijakan kampus bergaya neolib.
Oleh: Farda Nur Rahmani
Penulis merupakan mahasiswi Universitas Muhammadiyah (Unismuh) Makassar, tulisan ini sepenuhnya menjadi tanggung jawab penulis.