ZONATIMES.COM, MAKASSAR – Sepertinya masyarakat yang tingal diperkotaan atau yang memilih tinggal jauh dari kampung halaman, harus rela menelan pil pahit. Betapa tidak, inilah tahun ke dua sejak adanya pandemi dinegeri ini, rutinitas mudik lebaran ditiadakan atau dilarang oleh pemerintah. Dengan alasan, untuk menekan laju penularan kasus baru pandemi covid-19.
Seperti yang dilansir oleh, (Tempo.co 16/4/21). Kekecewaan akibat adanya larangan mudik lebaran 2021 ini tidak hanya dirasakan oleh masyarakat yang tinggal di perkotaan saja. Karena momen lebaran tidak bisa berkumpul dengan keluarga. Namun, hal yang sama pun dirasakan oleh para pengusaha transportasi, yaitu termasuk perusahan bus, yang mengalami kesulitan akibat larangan mudik lebaran 2021.
Akibatnya perusahan transportasi khususnya perusahan bus mengalami kerugian yang tidak sedikit jumlahnya. Harapan bahwa seharusnya pemerintah hanya cukup mengendalikan mudik lebarannya saja, bukan malah memberlakukan larangan mudik lebaran yang kini diterapkan. Hal demikian disampaikan oleh Tosin( Pengurus Ikatan Pengusaha Bus Indonesia).
Sejalan dengan terus diperketatnya aturan larangan mudik 2021. Muncul pula permintaan disepensasi yang datang dari wakil presiden RI Ma’ruf Amin. Yang justru meminta dispensasi untuk anak- anak santri agar supaya bisa pulang kerumah masing- masing setelah melewati proses belajar. Tanpa melalui atauran-aturan ketat sebagaimana dengan penangan covid-19.
Tentu saja hal ini pun memicu respon dari berbagai kalangan. Salah satunya yaitu dari Pengamat Transportasi Djoko Setijowarno. Yang menilai setiap orang berpeluang sama dalam penyebaran covid-19 tak terkecuali pun oleh para santri. Djoko yang juga Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan Masyarakat Transportasi Indonesia Pusat (MTI) pemerintah dalam penanggulangan covid-19 dinilai kurang serius. Terbukti adanya isu-isu yang aneh yang datangnya dari tubuh pemerintahan . Padahal jika diamati larangan mudik 2021 ini telah memakan korban ekonomi. Khususnya para pelaku usaha dibidang transportasi, ( CNBC.com 26/4/21).
Kebijakan yang diambil pemerintah soal larangan mudik 2021 ini tak pelak justru mengundang polemik.Karena tidak sejalan dengan kebijakan lain yang secara bersamaan digelar. Dan diberbagai acara lain yang sama-sama memicu adanya krumunan. Seperti, pernikahan tokoh publik, pilkada dan yang belum lama ini menjadi perbincangan hangat.
Serta dibukanya gerbang wisatawan asing, dimana warga india berkunjung ke Indonesia, sebagaimana yang kita ketahui India sendiri saat ini telah diserang gelombang tsunami covid-19 yang berhasil memakan banyak korban warganya. Belum lagi telah dibukanya pintu-pintu pariwisata.
Jika mengacu pada grafik kasus covid-19 terlihat masih menunjukan diangka yang tinggi hingga mencapai 9000 lebih. Hal ini tidak terlepas dari langkah langkah penentu yang diambil oleh pemerintah yang sejak awal kehadiran virus ini kurang sungguh-sungguh menjaga rakyatnya dari serangan virus tersebut.
Pemerintah dalam hal ini masih tebang pilih dalam mengambil sebuah kebijakan yang akan diberlakukan untuk rakyatnya. Ketidak konsistenan pemerintah di dalam setiap kebijakan yang diterapkan ini mempengaruhi kepatuhan rakyatnya dalam menanggapi kebijakan-kebijakan yang di keluarkan hari ini.
Publik makin tidak mengerti ketika banyak kebijakan pemerintah yang kontaproduktif. Tebang pilih dalam menerapkan sebuah kebijakan. Contohnya, beberapa krumunan masal menjadi masalah hukum, aparat justru terlihat tegas pada rakyat biasa dan sebaliknya apabila ada elit politik yang melanggar hal yang sama tidak ada aparat yang kuasa untuk menghukuminya.
Begitu pula dengan larangan mudik yang diberlakukan, kebijakan ini tidak diikuti dengan kebijakan-kebijakan lain yang mendukung agar penyebaran kasus covid-19 ini terhenti. Diberbagai sektor, salah satunya sektor pariwisata yang justru kini dibuka lebar. Belum lagi WNA dari india yang dibiarkan datang dan berkunjung ke indonesia ditengah gempuran kasus covid-19 yang cukup tinggi.
Dari beberapa kebijakan yang justru dilanggar oleh aparat pemerintah. Hal inilah yang menunjukan pemerintah tidak menjalankan fungsinya sebagai penjaga keselamatan untuk rakyatnya. Padahal seharunya penjagaan urusan rakyat seluruhnya menjadi tanggu jawab pemerintah.
Dibarengi dengan aturan-aturan yang ketat yang membawa efek jera bukan saja kepada rakyat biasa namun kepada tatanan anggota pemerintah. Sehinga dapat bersama-sama menjalankan fungsinya masing-masing demi kemaslahatan bersama. Dengan demikian nantinya rakyat pun akan patuh pada setiap kebijikan dan aturan yang pemerintah telah tetapkan.
Penulis : Devi Rizki (Aktivis Muslimah Jagakarsa)