ZONATIMES.COM, Makassar – India mengalami masa-masa yang buruk beberapa pekan terakhir. Negara Bollywood ini, berjuang dalam pertarungan besar melawan lonjakan covid-19. Gelombang korona sulit untuk dibendung. Lebih dari 380.000 kasus harian telah memecahkan rekor dunia. India tercatat memiliki lebih dari 18,8 juta kasus infeksi hingga mencapai 152 juta kasus, dengan 204 ribu lebih kasus kematian, menurut Worldometers (cnbcindonesia.com, 1/5/2021).
Ledakan infeksi sebagian besar disebabkan karena adanya varian baru, maraknya acara keagamaan massal dan peristiwa politik. Kepulan asap kremasi penuhi langit India. Tsunami mutan covid-19 ini disebut lebih dahsyat dari virus sebelumnya. Pemerintah India kewalahan, keterbatasan rumah sakit untuk menampung pasien yang membludak, menyulitkan pengobatan hingga makin memperparah kondisi pasien. Pemandangan lebih menyedihkan saat pasien-pasien sekarat dibiarkan berada di trotoar karena kapasitas rumah sakit yang tidak memadai (wartaekonomi.id, 25/4/2021).
Tingkatkan Kewaspadaan dalam Negeri
Berkaca dari peningkatan kasus yang terjadi di India, Indonesia harus meningkatkan kewaspadaan. Kondisi penduduk yang padat, mobilitas yang tinggi dan kondisi kemiskinan dalam negeri sangat mirip dengan kondisi di India. Bukan hal yang tidak mungkin, jika varian baru ini juga merupakan ancaman bagi seluruh dunia termasuk Indonesia.
Namun, sayangnya penduduk negeri ini belum memiliki kesadaran penuh terhadap ancaman covid yang masih mewabah. Masyarakat terkesan santai dalam penerapan protokol kesehatan. Penggunaan masker sudah tidak disiplin lagi seperti beberapa bulan lalu padahal wabah masih terus mengintai. Kondisi ini menunjukkan bahwa masyarakat kita cenderung abai terhadap imbauan dari pemerintah.
Wakil Ketua MPR Lestari Moerdijat (Rerie) menilai Indonesia perlu belajar dari kasus India. Keseriusan pemerintah untuk menanamkan disiplin protokol kesehatan (prokes) mesti ditingkatkan.
“Penurunan jumlah kasus di Indonesia harus dilihat sebagai tren sementara dan tidak boleh dijadikan alasan untuk mengabaikan protokol kesehatan.” (medcom.id, 21 April/2021).
Kebijakan Solutif
Pemerintah sebagai pemegang kendali tertinggi dalam penanggulangan wabah seharusnya menempuh upaya yang komfrehensif dan tegas. Selama ini aturan yang diterapkan terkesan ambigu dan banyak yang menilai masih “tebang pilih”. Di saat pelarangan mudik dibuat, promosi pariwisata masih terus digencarkan.
Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno meminta agar masyarakat mematuhi aturan larangan mudik. Namun di saat yang sama, muncul kebijakan yang terkesan menganjurkan masyarakat untuk mengunjungi sejumlah destinasi wisata lokal selama libur lebaran.
Pembatasan mobilisasi yang inkonsisten hanya membuat masyarakat menjadi bingung. Anjuran berwisata justru memungkinkan mobilisasi yang besar. Menguntungkan ekonomi di sektor pariwisata, namun mengancam jiwa para pengunjung.
Ketegasan sangat diperlukan dalam menetapkan aturan, kebijakan yang mendua justru menghilangkan kewibawaan pemerintah di mata rakyat. Kepercayaan rakyat terhadap pemerintah akan semakin terkikis, apatah lagi dalam kondisi rakyat yang kian terseok menghadapi lonjakan harga kebutuhan pokok di saat pandemi masih menjadi ancaman. Rakyat tertekan dengan beban berat ekonomi, sehingga kesehatan tak lagi menjadi prioritas.
Dalam Islam Pemerintah adalah pemelihara urusan rakyat. Pemerintah dalam melaksanakan tanggung jawab itu akan memaksimalkan pengurusan secara tuntas dan paripurna.
Dalam penetapan kebijakan menghadapi wabah, Rasulullah SAW telah mencontohkan sikap tegas untuk menjaga kesehatan seluruh rakyatnya.
“Wabah thaun adalah kotoran yang dikirimkan oleh Allah terhadap sebagian kalangan bani Israil dan juga orang-orang sebelum kalian. Kalau kalian mendengar ada wabah thaun di suatu negeri, janganlah kalian memasuki negeri tersebut. Namun, bila wabah thaun itu menyebar di negeri kalian, janganlah kalian keluar dari negeri kalian menghindar dari penyakit itu.” (HR Bukhari-Muslim)
Rasulullah SAW menetapkan pelarangan untuk mendekati wilayah yang terkena wabah agar penyakit tidak menyebar keluar sehingga menjadi wabah yang tidak terkendali. Demikian pula orang yang berada dalam wilayah wabah dilarang untuk meninggalkan negerinya agar penyakit hanya tersebar di wilayah itu saja.
Bahkan, di dalam hadist yang lain Rasulullah memberikan kabar gebira kepada orang-orang yang terkena wabah agar tidak meninggalkan wilayahnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim, diriwayatkan dari Hafshah binti Sirin bahwa ia menceritakan, Anas bin Malik berkata, “Rasulullah bersabda: Orang yang mati karena wabah thaun adalah mati syahid.”
Syahid adalah balasan yang dijanjikan oleh Allah SWT, agar orang yang berada di wilayah tersebut bersabar tetap berada di wilayah wabah.
Kebijakan ini menjadi kebijakan yang tegas sebagai bentuk isolasi terhadap wabah. Bersamaan dengan itu wilayah di luar wabah akan tetap berjalan secara normal. Wilayah wabah akan mendapatkan suplai kebutuhan dari wilayah sekitarnya sehingga tidak membutuhkan waktu yang lama untuk dipulihkan kembali seperti sedia kala.
Penulis: Adira, S.Si (Praktisi Pendidikan)