ZONATIMES.COM, Makassar – Nyaris setengah tahun terakhir semua lini dibuat kocar kacir mulai dari lini pendidikan, ekonomi, kesehatan, pariwisata, dan berbagai lini lainnya seperti ini paling fundamental (peribadatan oleh pandemi corona ini).
Pandemi ini memaksa manusia untuk beraktivitas dari tempat tempat tertentu secara terbatas. Semua hingar bingar, gelak tawa, hingga senda gurau pun dilakukan secara online. Banyak fenomena yang kemudian terjadi; karyawan yang kehilangan pekerjaannya, freelance yang kehilangan pendapatannya, orang rindu yang tidak bisa melepaskan rindunya secara langsung hingga mahasiswa yang dengan setengah mati tetap mengikuti proses perkuliahan secara daring yang di anggap tidak efektif.
Khusus untuk fenomena terakhir, rasa rasanya semua mahasiswa akan mengiyakan hal tersebut. Bukan tanpa alasan, sebab mereka selama ini decekoki dengan berbagai janji janji manis birokrasi yang tak kunjung terealisasi. Berbagai bentuk protes kemudian dilayangkan entah itu secara luring maupun daring. Lantas apa yang kemudian menjadi keresahan kaum mahasiswa sehingga terus menerus melakukan aksi protes terhadap pemerintah?
Pertama, keputusan pemerintah dalam hal ini kementrian agama terkait pembatalan potongan UKT bagi mahasiswa perguruan tinggi keagamaan islam negeri (PTKIN) yang tentunya memicu reaksi keras dari berbagai kalangan terutama mahasiswa itu sendiri.
Tentu ini merupakan hal yang wajar mengingat berbagai polemik kuliah daring yang hadir sejalan dengan wabah yang tak kunjung redah. Saya membathin hingga berkoar via whatsApp dan instastory tanda setuju dengan reaksi tersebut. Apa yang membuat penulis menyetujui reaksi tersebut adalah karena saya paham betul dampak yang diberikan oleh pandemi Covid 19 ini. Alasannya sederhana; banyak orang tua mahasiswa yang harus work for home (wfh ) atau bahkan kehilangan pekerjaannya, uang kuota yang naik hingga 5x lipat dan penerimaan ilmu yang kurang efektif melalui kuliah daring (toh tatap muka saja syukur kalau ilmunya bisa terserap).
Penulis sangat mengetahui apa yang kawan kawan mahasiswa rasakan, orang tua mereka berkurang penghasilannya dan bahkan ada yang malah kehilangan pekerjaan. Semuanya karena wabah covid 19 ini, yang hingga sekarang secara pribadi belum bisa saya simpulkan apakah merupakan penyakit murni, azab, cobaan, atau senjata biologis.
Apa yang kemudian disuarakan oleh mahasiswa sebagai dasar mewakili perasaan orang tua dan kesamaan nasib satu sama lain adalah sesuatu yang benar. Saya pertegas bahwasanya hal itu adalah benar. Namun masih saja ada yang ganjil dalam perspektif saya. Apakah itu? Tentu saja soal keinginan kita untuk didengarkan dan dituruti yang begitu tinggi melalui berbagai surat gugatan, teknisi, dan bentuk protes lainnya.
Selama ini kita telah terlalu sibuk mengetuk hati para wakil rakyat dan para elit birokrasi,sampai lupa mengetuk pintu rahmat sang maha pembolak balik hati. Kita terlau sibuk meminta dan berharap tinggi pada kementrian agama, hingga kita lupa bersujud meminta rezeki serta mengakui kesalahan di depan sang empuh agama. Dengan tidak mengendorkan semangat juang mahasiswa untuk menyebarkan kebaikan ini; berdoalah agar rezeki kita dan orang tua kita dilapangkan, dan berdoalah agar mata hati para wakil rakyat dan elit birokrasi dibukakan olehnya.
Sebab, pada dasarnya pandemi ini bisa saja melockdown banyak hal dari kita namun tidak akan mampu menghalangi rezeki dari-Nya. Kita berharap berbagai informasi yang disampaikan pemerintah dapat segera terealisasi. Kita berharap semua data yang kita sampaikan adalah fakta. Terakhir kita berharap selaku mahasiswa, janji pembagian kuota dapat benar-benar menjadi fakta dalam realita.
Penulis: Nur Afnitasary Nasir