ZONATIMES.COM, Makassar – Saat ini dunia masih berjuang melawan Covid-19, begitu pula dengan indonesia. Sudah hampir satu tahun pandemi Covid-19 belum dapat diatasi, meskipun penyebarannya sudah tidak setinggi beberapa bulan yang lalu. Namun kita harus tetap berhati hati dan mematuhi protokol kesehatan. Adanya pandemi Covid-19 ini telah banyak merubah aspek kehidupan, salah satunya adalah di bidang ekonomi.
Masyarakat sangat merasakan dampak dari pandemi Covid-19 ini. Banyak pekerja yang di PHK, dan sulitnya mendapat pekerjaan di masa pendemi seperti ini. Belum selesai masalah Covid-19, pemerintah akhirnya mengesahkan Omnobus Law RUU Cipta Kerja menjadi Undang Undang.
Omnibus Law adalah sebuah konsep yang menggabungkan secara resmi (amandemen) beberapa peraturan perundang-undangan menjadi satu bentuk undang-undang baru.
Konsep Omnibus Law atau juga dekenal dengan Omnibus Bill sendiri umumnya digunakan di negara yang menganut sistem Common Law. Seperti Amerika Serikat dalam membuat regulasi.
Dilansir dari Kompas.com (6/10/2020).
Omnibus Law pertama kali muncul dalam pidato pertama Joko Wododo setelah dilantik sebagai Presiden RI untuk kedua kalinya, Minggu (30/10/2019). Dalam pidatonya, Presiden Jokowi menyinggung sebuah konsep hukum perundang-undangan yang disebut Omnibus Law.
Secara keseluruhan, ada 11 klaster yang menjadi pembahasan dalam omnibus law RUU Cipta Kerja, yaitu Penyerderhanaan perizinan tanah, Persyaratan investasi, Ketenagakerjaan, Kemudahan dan perlindungan UMKM, Kemudahan berusaha, Dukungan riset dan inovasi, Administrasi pemerintahan, Pengenaan sanksi, Pengendalian lahan, Kemudahan proyek pemerintah, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK).
Pengesahan Omnibus Law RUU Cipta Kerja mengalami penolokan oleh berbagai elemen masyarakat khususnya para buruh. Mereka beranggapan bahwa Omnibus Law RUU Cipta kerja ini merugikan para buruh, salah satunya bagi kaum buruh perempuan.
Meskipun mendapat penolakan dari banyak pihak, Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akhirnya mengesahkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law Cipta kerja menjadi Undang Undang dalam rapat paripurna pada senin (5/10/2020).
Mengapa Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) terburu-buru mengesahkan RUU Cipta kerja? Dilansir dari Bisnis.com (5/10/2020) Wakil Ketua Badan Legislatif Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Achmad Baiwodi mengatakan hahwa Covid-19 adalah alasannya.
“Tadi disepakati BaMus (Badan Musyawarah) karena laju Covid-19 di DPR terus bertambah maka pemutusan masa sidang dipercepat,” katanya melalui pesan instan, Senin (5/10/2020).
Sebelumnya telah direncanakan bahwa pengesahan Omnibus Law menjadi Undang-Undang akan dilakukan pada kamis (8/10/2020). Akan tetapi Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) mempercepat pengesahannya. Hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran Covid-19 di lingkuang DPR semakin meluas.
Seperti yang diberitakan dimedia beberapa hari yang lalu bahwa lebih dari 18 orang yang tepapar Covid-19 di lingkungan DPR. Sejumlah 18 anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang terpapar Covid-19, selebihnya staf, tenaga ahli dan sebagainya. Meskipun belum diketahui secara pasti asal ke-18 anggota Dewan Perwakila Rakyat (DPR) yang terpapar Covid-19.
Pemerintah beranggapan bahwa Omnibus Law adalah jawaban dari regulasi yang tumpang tindih di Indonesia. Hal ini juga diharapkan dapat memperbaiki perekonomian Indonesia dan diharapkan dapat meningkatkan investasi.
Akan tetapi ada banyak pihak yang menyayangkan sikap Pemerintah dan Dewan Perwakilan rakyat (DPR) ini. Salah satunya ekomon dari CORE Indonesia Muhammad faisal, melansir dari Detik.com (5/10/2020) menurut Muhammad Faisal kehadira RUU Cipta kerja seharusnya bukanlah prioritas, menurut beliau ada hal yang lebih layak untuk menjadi fokus Pemerintah dan DPR saat ini, yaitu mengenai penanganan pandemi Covid-19.
Bahkan menurutnya pengesahan RUU Cipta Kerja tidak akan berjalan dengan baik dan tidak dapat dirasakan manfaatnya, serta akan membuat perbaikan ekomomi berjalan lambat, seperti investasi, saat pandemi saat ini investasi melemah di berbagai negara.
“Nah kalau sekarang justru mala membahas RUU Cipta Kerja, apalagi sampai diburu-buru pengesahannya justru saya khawatir dari sisi pemulihan ekonomi akibat pandemi jadi tidak maksimal, melambat. Di sisi lain, dampak atau manfaat yang kita harapkan dari RUU Cipta Kerja malah tidak akan tercapai. Karena dalam kondisi pandemi seperti sekarang ini, kita bisa melihat investasi apapun itu tidak akan bisa meningkat secara signifikan ketika pandeminya masih ada,” tuturnya, Senin, (5/10/2020).
Penolakan ini juga dilakukan oleh para buruh dan mahasiswa. Buruh dan mahasiswa turun ke jalan sebagai bentuk penolakan terhadap Undang-Undang Cipta kerja yang telah resmi di sahkan. Mahasiswa kemudian berbondong-bondong menuju gedung DPR. Sebagai bentuk kekecewaannya terhadap keputusan pemerintah yang dinggap akan menyesengsarakan rakyat.
Dalam kondisi pandemi Covid-19 seperti ini bukan hal yang tepan untuk membahas Undang-Undang. Saharusnya Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) lebih fokus terhadap pemulihan perekonomian dan penanganan Covid-19. Selain itu, dalam memulihkan perekonomian negara, Pemerintah seharusnya tidak mengabaikan keadailan sosial dan kesejahteraan masyarakat.
Penulis: Nella Indah Sari (Akuntansi UINAM)