ZONATIMES.COM, Makassar – Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja telah resmi disahkan menjadi UU oleh Dewan Perwakilan Rakyat. DPR mensahkan RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja pada rapat paripurna, Senin (5/10/2020). Sedangkan rencana awal disahkannya RUU itu akan dilakukan pada tanggal 8 Oktober 2020.
Secara keseluruhan RUU yang disusun dengan metode Omnibus Law itu terdiri dari 15 bab dan 174 pasal dari yang sebelumnya 15 bab dengan 185 pasal. Secara keseluruhan, ada 1.203 pasal dari 73 undang-undang terkait dan terbagi atas 7.197 DIM yang terdampak RUU tersebut. Hal ini mendapat penolakan terutama dari kalangan buruh.
Ada Tujuh Fraksi telah menyeujui RUU tersebut, yaitu Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, Partai Golkar, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa, Partai Amanat Nasional dan Partai Persatuan Pembangunan.
Namun, ada dua partai yang menolak RUU tersebut karena dianggap belum memiliki urgensi di tengah pandemi Covid-19.
Kedua fraksi tersebut adalah Partai Keadilan Sejahtera dan Partai Demokrat. Menurut kedua Fraksi, RUU tersebut harus dibahas secara komprehensif, serta melibatkan banyak kalangan dan dengan adanya pandemi covid-19 menyebabkan terbatasnya akses dan partisipasi masyarakat dalam memberikan masukan, koreksi dan penyempurnaan terhadap RUU itu.
Asal Mula RUU Omnibus Law
Omnibus law pertama kali diucapkan oleh Presiden pada saat pidato pertamanya setelah dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia periode 2019-2024. Pemerintah mengusulkan Rancangan Undang-Undang Omnibus Law yang diharapkan menjadi solusi untuk memecahkan masalah tumpang-tindih peraturan yang menghambat investasi. Omnibus law ini terdiri atas dua Undang-Undang yaitu, UU Cipta Lapangan Kerja dan UU Perpajakan.
Presiden mengatakan, omnibus law ini akan menyederhanakan kendala regulasi yang kerap berbelit-belit dan memakan waktu yang lama. Kedua omnibus law tersebut diharapkan dapat memperkuat perekonomian nasional dengan memperbaiki ekosistem investasi dan daya saing Indonesia dalam menghadapi ketidakpastian dan perlambatan ekonomi global.
Pemerintah telah bersedia mengajukan draf omnibus law kepada Dewan Perwakilan Rakyat pada Desember 2019. Namun, rencana tersebut diundur hingga Januari 2020. Presiden meminta kepada Ketua DPR agar pembahasan omnibus law selesai dalam wakti tiga bulan.
Pemerintah menyerahkan draf RUU Omnibus law kepada DPR pada Februari lalu. Setelah pelaksanaan rapat terbatas yang dilaksanakan di Istana Negara. Sekertaris Kemenko Perekonomian, mengatakan penyerahan draf tersebut disertakan dengan Surat Presiden (Surpres) yang telah ditandatangani oleh Presiden, dimana draf tersebut sudah selesai sejak lama. Namun, memang adanya penyempurnaan dan menunggu waktu yang tepat untuk menyerahkan kepada anggota DPR.
Apa Itu Omnibus Law?
Istilah Omnibus berasal dari bahasa latin yang berarti untuk semuanya. Makna Omnibus Law yaitu satu undang-undang yang sekaligus merevisi beberapa UU untuk menyasar isu besar di sebuah negara. Omnibus law dikenal dengan UU Sapu jagat ini dimaksudkan untuk merampingkan dan menyederhanakan berbagai regulasi agar lebih tepat sasaran. Ada dua RUU Omnibus Law, yaitu RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja dan RUU Perpajakan.
RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja meliputi 11 Klester, yaitu: 1) Penyederhanaan Perizinan, 2) Persyaratan Investasi, 3) Ketenagakerjaan, 4) Kemudahan, Pemberdayaan dan Perlindungan UMKM, 5) Kemudahan Berusaha, 6) Dukungan Riset dan Inovasi, 7) Administrasi Pemerintahan, 8) Pengenaan Sanksi, 9) Pengadaan Lahan, 10) Investasi Proyek Pemerintah, dan 11) Kawasan Ekonomi.
Sedangkan, RUU Omnibus Law Perpajakan mencakup 6 pilar, yakni: 1) Pendanaan Investasi, 2) Sistem Teritori, 3) Subjek Pajak Orang Pribadi, 4) Kepatuhan Wajib Pajak, 5) Keadilan Iklim Berusaha dan 6) Fasilitas.
Polemik Pro dan Kontra Omnibus Law
Pemerintah optimis bahwa omnibus law akan meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia hingga bisa mencapai angka 6%. Ekonom Universitas Indonesia menilai, RUU Cipta Lapangan Kerja dapat melemahkan posisi pemerintah daerah dan buruh. Hal ini disebabkan oleh pembahasan mengenai RUU tersebut tertutup dan hanya melibatkan pengusaha. Menurutnya, tujuan omnibus law untuk menciptakan lapangan kerja kurang relevan dan dari sisi investasi, pertumbuhan investasi di Indonesia juga dinilai tidak terlalu buruk.
Pengacara Soenardi Pardi berpendapat lain. Menurutnya, omnibus law bisa dijadikan solusi untuk mengatasi ruwetnya birokrasi yang menghambat investasi.
Penolakan RUU Omnibus law juga dilakukan oleh ribuan buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI), yang melakukan aksi unjuk rasa beberapa waktu lalu. RUU tersebut dianggap hanya berpihak pada pengusaha dan investor, dan dianggap merugikan para pekerja.
Ada enam dasar penolakan buruh terhadap RUU, yaitu persoalan pengupahan dan adanya wacana penghapusan pesangon dan digantikan dengan tunjangan PHK yang jumlahnya jauh lebih kecil.
Kemudian, dikhawatirkan banjirnya tenaga kerja asing yang tidak memiliki keterampilan, hilangnya sanksi bagi perusahaan yang membayar upah pekerja di bawah upah minimum, hilangnya jaminan kesehatan dan pensiun akibat berlaunya skema upah per jam, hingga sistem outsourching yang lebih bebas.
Penulis: Riandini Melenia