ZONATIMES.COM, Makassar – Dari tahun ke tahun, kondisi negeri ini tak kunjung membaik. Berbagai persoalan muncul silih berganti menghantam negeri ini. Meskipun dibarengi dengan upaya dari penguasa untuk menyelesaikan persoalan-persoalan tersebut, namun solusi yang diberikan bukanlah solusi yang solutif. Alih-alih menyelesaikan, sebaliknya menimbulkan persoalan baru.
Terlebih dengan adanya wabah covid-19 yang menimpa seluruh dunia, dampaknya sangat terasa. Terutama dalam sektor ekonomi. Di Indonesia sendiri, berbagai upaya telah dilakukan oleh penguasa untuk menanggulangi resesi, namun hingga saat ini produk domestik bruto pada kuartal II dan III-2020 mengalami penurunan.
Badan Pusat Statistik ( BPS) melaporkan, produk domestik bruto (PDB) RI pada kuartal III-2020 minus 3,49 persen (year on year/yoy). Dengan demikian Indonesia resmi masuk ke jurang resesi, setelah pada kuartal II-2020 ekonomi RI juga terkonstraksi alias negatif. (Kompas.com, 5/11/2020)
Hal ini membuktikan bahwa upaya untuk menyelesaikan persoalan ekonomi akibat dampak wabah covid-19 belum membuahkan hasil. Resesi merupakan momok yang menakutkan, sebab dampaknya sangat nyata bagi masyarakat. Yang terparah adalah masyarakat bisa kehilangan lapangan pekerjaan hingga pengangguran dan kemiskinan meningkat. Inilah yang tengah dirasakan oleh sebagian besar masyarakat. Hidup semakin sulit, rakyat makin merana.
Belum selesai penderitaan rakyat akibat keadaan ekonomi yang kian memburuk, rakyat harus menelan lagi pil pahit kehidupan dengan adanya kebijakan yang tak berpihak pada mereka. Salah satunya kebijakan UU Omnibus Law yang dinilai banyak merugikan rakyat atau kaum buruh khususnya.
UU Cipta kerja ini secara resmi telah ditandatangani secara resmi oleh Presiden Joko Widodo pada tanggal 2 November 2020. Begitupun Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoli, Deputi Bidang Hukum dan Perundang-Undangan Setneg Lydia Silvana yang juga turut menandatangani. (detiknews.com, 2 November 2020)
Disisi lain, umat Islam pun mendapatkan mudharat akibat kebebasan yang dianut dari sistem saat ini. Diantaranya, penghinaan terhadap Nabi terus terjadi. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Prancis, Emmanuel Macron, yang bersikukuh memberikan dukungan terhadap publikasi ulang karikatur Rasulullah oleh majalah Charlie Hebdo.
Kesadaran Umat
Karut marutnya kondisi dalam negeri membuat umat tersadar akan kebobrokan sistem saat ini. Berbagai kebijakan yang faktanya menzalimi dan merugikan, dengan kesadarannya rakyat menolaknya dan serentak bangkit melawannya. Meskipun mereka tak mendapatkan sambutan yang hangat dari sang pembuat kebijakan. Jeritan mereka seolah tak terdengar meskipun berada di hadapan penguasa.
Rakyat pun semakin sadar bahwa sistem saat ini tidaklah berpihak kepada mereka sedikit pun. Rakyat hanya dibutuhkan dan dimanjakan saat suaranya dibutuhkan dalam pemilu. Namun, saat sudah terpilih dan menduduki kursi kekuasaan yang empuk, seolah lupa bahwa rakyat telah mempercayakan penguasa tersebut untuk mendengarkan dan memenuhi aspirasi mereka.
Faktanya, meskipun telah menuai berbagai penolakan dan kecaman dari berbagai elemen masyarakat, tetap UU Omnibus Law di sahkan. Ini menyiratkan bahwa penguasa negeri ini tak peduli dengan suara hati rakyatnya. Prinsip dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat dalam demokrasi tak berlaku. Aturan yang dipakai diserahkan kepada sekelompok orang yang katanya wakil rakyat, namun nyatanya kebijakan yang diambil tak mendukung keinginan rakyat. Sebaliknya, justru merugikan dan menyengsarakan rakyat.
Dengan adanya pemisahan agama dari kehidupan (sekularisme) dalam sistem kapitalisme ini memberikan kebebasan penuh kepada para penguasa untuk berbuat sesuai kehendak mereka. Tak peduli, apakah menzalimi rakyat atau tidak. Selama hal itu bisa mendatangkan keuntungan, baik untuk penguasa ataupun pemodal. Sebab, materi merupakan asas dari sistem kapitalisme sekular ini. Sehingga, segala kebijakan yang dibuat berdasarkan materi atau keuntungan yang akan didapatkan. Tak heran, sumber daya alam yang seharusnya bisa memakmurkan rakyat, hanya bisa dinikmati oleh para penguasa dan pemodal.
Perubahan dengan Islam
Adalah wajar jika umat menginginkan adanya perubahan untuk keluar dari keterpurukan dan kezaliman yang melanda akibat kebijakan rezim. Yang merupakan dampak dari sistem yang rusak dan telah terbukti kebobrokannya. Namun, perubahan sebatas pergantian rezim atau penguasa tidaklah menghantarkan umat pada perubahan hakiki.
Sistem yang diterapkan saat ini adalah sumber berbagai kerusakan yang kini tengah dialami oleh rakyat. Oleh karena itu, menggantinya dengan sistem yang mampu menyelamatkan kondisi negeri dari kerusakan dan kehancuran adalah keharusan dan kewajiban. Sebab, inilah perubahan hakiki yang dibutuhkan oleh umat, yaitu perubahan yang bersifat selamanya dan menyeluruh.
Perubahan yang seperti itu hanya ada pada sistem Islam. Karena Islam mempunyai sistem yang khas yang berbeda dengan sistem demokrasi kapitalis. Sejatinya perubahan hakiki adalah perubahan yang tegak di atas ideologi yang sahih yang memuaskan akal, menentramkan hati juga sejalan dengan fitrah manusia. Tidak lain, yaitu perubahan ke arah Islam.
Dengan demikian, perubahan hakiki ini hanya akan hanya bisa terwujud manakala sistem Islam diterapkan ditengah-tengah umat. Dengan diterapkannya aturan Islam, semua masalah akan terselesaikan, baik dalam persoalan perekonomian, pendidikan, politik, dll. Sehingga tidak akan ada lagi kedzaliman dan kerusakan pada negara.
Hal ini pun telah dicontohkan oleh Rasulullah SAW. Demikian pula di masa khulafaur rasyidin dan masa kekhilafahan, sejarah telah mengukirnya bagaimana umat, muslim dan non muslim, sejahtera ketika berada dalam naungan Islam. Oleh karena itu, umat Islam harus kembali menyerahkan penghambaan secara total hanya kepada Allah SWT dan mengambil Islam secara Kaffah serta menerapkannya. Dengannya, Islam rahmatan lil ‘alamin bisa terwujud. Wallahu a’lam[]
Penulis: Hamsina Halik, A. Md. (Pegiat Revowriter)