Budaya Siri’ Mahasiswa Perantau

ZONATIMES.COMFilosofi siri’ mahasiswa perantauan adalah cinta tidak boleh hanya diperuntukan terhadap lawan jenis, cinta kepada orang tua sebagai keluarga dalam memberikan pendidikan dan penghidupan pertama di dunia harus diseimbangkan proporsinya bahkan lebih diutamakan.

Kebanyakan mahasiswa merupakan orang perantaun yang kuliah di kota besar jauh dari kampung halaman dengan membawa harapan besar dari orang tuanya, berbekal cinta yang diberikan.

Orang tua memberikan kepercayaan karena cintanya kepada anak, dengan harapan dapat menjadi orang yang berguna bagi bangsa dan negara dikemudian hari.

Dalam budaya Bugis Makassar dikenal budaya siri’ yang dipegang teguh oleh masyarakat lokal sebagai identitas melekat dan dibawa kemana pun.

Sehingga dalam filosofi orang Bugis Makassar sangat malu jika dalam perantauan gagal memperbaiki dan membentuk jati diri yang lebih baik.

Budaya siri’ yang tidak hanya menjadi tanggungan individu tapi juga oleh orang tua.

Secara sosial, masyarakat menilai perilaku seseorang tidak berdiri sendiri, akan tetapi, melekatkan bagian lain dari individu tersebut seperti keluarga. Sehingga sangat lumrah jika dalam menilai baik dan buruk individu, akan muncul pertanyaaan dari keluarga mana atau siapa bapaknya, siapa ibunya?.

Mahasiswa perantauan bukan hanya membawa identitas pribadi seseorang melainkan membawa identitas keluarga dalam dirinya. Perilakunya akan mencerminkan bagaimana pola hidup keluarganya dalam individunya, sekalipun dalam kehidupan keluarga telah diajarkan nilai-nilai kebaikan tetap saja perilaku individu selalu jadi patokan orang kebanyakan.

Sehingga filosofi siri’ ini harus dipegang teguh sebagai bentuk kecintaan terhadap orang tua dan bentuk pertanggungjawaban sebagai mahasiswa, membalas cinta orang tua dengan cinta pula.

Cinta maha(siswa) kepada Sang Maha Kuasa

Manusia diturunkan Tuhan ke muka bumi untuk menjadi khalifah, mengatur keseimbangan dunia tanpa meninggalkan kebutuhan pokok hidupnya.

Proses menjadi khalifah (pemimpin) bukan perjalanan singkat dan mudah, melainkan ditempa dan dibentuk oleh perjalanan hidup yang produktif.

Tahap mahasiswa merupakan tahapan penting dalam pembentukan manusia menjadi khalifah.

Walaupun, mahasiswa bukan keharusan dalam mencapai tingkat khalifah dimuka bumi akan tetapi proses kehidupan yang dijalani mahasiswa bisa menjadi tempaan keras dalam membentuk pribadi manusia.

Lingkungan mahasiswa yang sarat dengan nilai ilmiah dan pendewasaan diri, lewat organisasi sebagai instrumen pengembangan diri menjadi lebih baik, lewat organisasi pembentukan karakter profesional, bertanggungjawab, kepekaan sosial dapat tercipta.

Memenuhi amanah Tuhan merupakan keharusan manusia sebagai bentuk cinta kepada Maha Kuasa, pencipta segala sesuatu termasuk kehidupan manusia.

Dimensi cinta manusia harus terpenuhi pada sisi vertikal dan horisontal, kepada sesama manusia, sesama makhluk ciptaan Tuhan, dan terlebih kepada Tuhan sebagai dzat pencipta.

Ruang lingkup ini dapat terwujud jika mahasiswa mau menempa dirinya dalam ruang diskusi, proses kaderisasi organisasi sehingga mampu mewujudkan amanah khalifah lewat literasi dan media lainnya.

Jika bias makna cinta masih terjadi di kalangan mahasiswa maka kehakikian dari cinta itu justru hanyalah nafsu belaka dan salah diartikan menjadi cinta.

Nilai siri’ tidak hanya diperuntukkan oleh orang tua saja, tapi budaya siri’ kepada Tuhan harus ditanamkan pula dalam diri mahasiswa. Diciptakannya manusia oleh Tuhan merupakan manifestasi dari kecintaaNya.

Sebagai bentuk cinta kepada Tuhan maka nilai siri’ kepadaNya juga harus diterapkan lewat perbaikan diri agar mencapai khalifah sebagai perwujudan tanggungjawab atas amanah kepada Tuhan.

Pembangunan karakter mahasiswa sangatlah penting agar lahir individu yang siap bergelut dengan kerasnya zaman, mampu membawa manfaat kepada masyarakat lainnya.

Proses tersebut harus berawal dari diri sendiri, budaya siri’ merupakan nilai yang sangat penting untuk ditanamkan dalam diri mahasiswa, agen perubahan dapat bergerak jika memiliki keteguhan diri yang kuat sesuai dengan budaya siri’ masyarakat Bugis Makassar.

Penanaman budaya siri’ itu harus bersifat vertikal dan horizontal, kepada makhluk lainnya, manusia lainnya, dan juga kepada Tuhan.

Dengan karakter siri’, mahasiswa dapat bergerak kearah lebih baik dan membawa sekitarnya untuk menuju tatanan hidup yang paripurna, sejahtera dan damai.

Penulis: Rahmat Kader PMII UIN Alauddin Cabang Makassar