Akuntan Publik, Arus Deras Dilema Etis dan Filosofi Ideologis

ZONATIMES.COM, Makassar – Etika merupakan suatu sikap atau perilaku yang menunjukkan bahwa seseorang secara sadar mematuhi ketentuan atau norma yang berlaku dalam suatu kelompok masyarakat atau organisasi. Etika merupakan filsafat atau pemikiran kritis dan mendasar tentang ajaran-ajaran dan pandangan moral dalam bentuk aturan (code) tertulis secara sistematik maupun tidak tertulis.

Etika merupakan karakteristik suatu profesi yang membedakan suatu profesi dengan profesi lain, yang berfungsi mengatur tingkah laku para anggotanya. Diskusi-diskusi tentang Etika profesi dalam berbagai pembahasan lebih banyak diarahkan pada aktivitas praktisi akuntan publik, meski secara makna etika profesi sesungguhnya tidak hanya menjadi domain bagi akuntan publik yang berpraktek di Akuntan Publik, namun secara luas hal tersebut menjadi prinsip etik bagi setiap akuntan atau setidaknya mereka yang menerjuni beragam profesi dengan basis ilmu akuntansi sebagai bidang aktivitas yang digelutinya.

Berkaitan dengan etika para akuntan, khususnya di Indonesia berkembang isu terjadinya beberapa pelanggaran etika, baik yang dilakukan oleh akuntan publik, akuntan intern, maupun akuntan pemeritah. Masyarakat mengharapkan profesi akuntan publik melakukan penilaian yang bebas dan tidak memihak terhadap informasi yang disajikan oleh manajemen perusahaan dalam laporan keuangan.

Akuntan Publik adalah profesi yang memberikan pelayanan bagi masyarakat umum khususnya di bidang audit yang disediakan bagi pemakai laporan keuangan. Akuntan publik dituntut untuk dapat memberikan opini audit yang berkualitas bagi klien. Untuk meningkatkan kualitas yang baik maka auditor harus melaksanakan tugasnya sesuai dengan independensi, etika profesi dan kepuasan kerja auditor.

Ketika independensi, etika profesi dan kepuasan kerja seorang auditor tersebut tidak bisa dipertahankan hingga membuat kesalahan dalam memberikan opini audit, hal ini dapat menimbulkan dampak negatif yang besar bagi klien. Auditor mungkin saja dapat dituntut secara hukum, terlebih jika kesalahan tersebut murni dikarenakan oleh auditor.

Krisis etika telah terjadi hampir disemua profesi, selain mempengaruhi orang yang menggeluti profesi juga orang-orang yang bersiap untuk memasuki profesi tersebut. Termasuk juga dengan profesi akuntan. Di Indonesia, fenomena terkait etika profesi akuntan misalnya kasus pelanggaran yang terjadi pada perbankan di Indonesia pada tahun 2002-an. Banyak bank dinyatakan sehat tanpa syarat oleh akuntan publik atas audit laporan keuangan berdasar Standar Akuntansi Perbankan Indonesia ternyata sebagian besar bank itu kondisinya tidak sehat.

Memelihara standar etis yang tinggi diantara profesional akuntan adalah persoalan kritis dalam memastikan berlangsungnya fungsi audit yang berkualitas tinggi. Berpikir kritis (critical thinking) juga sangat diperlukan dalam proses pertimbangan audit. Hilangnya kepercayaan publik dan meningkatnya campur tangan pemerintah pada gilirannya menimbulkan dan membawa kepada runtuhnya profesi akuntan; sedikit demi sedikit, perlahan tapi pasti.

Dilema etis yang dihadapi akuntan publik adalah bagaimana akuntan menjaga hubungan baik dengan klien dan tetap mempertahankan integritas dan objektivitasnya dalam pemberian opini. Dalam menjalankan profesinya, akuntan tentunya mempunyai pola aturan dan pedoman etis dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan, yang disebut kode etik akuntan. Kode etik itu digunakan untuk menjaga sikap akuntan supaya tetap berjalan dalam ranah pancasila, tetap dalam etika negara Indonesia yang berdasarkan pancasila.

Hal yang perlu diangkat dan dibahas adalah pemupukan nilai berbasis pancasila dalam diri akuntan karena proses pemupukan adalah hal yang krusial pada zaman dimana terjadi kelangkaan moral. Profesi seperti akuntan perlu memiliki kode etik untuk mengatur semua tindakan praktiknya agar tetap profesional. Namun kode etik yang ditetapkan di Indonesia merupakan kode etik yang berasal dari negara lain yang berbeda ideologi dengan bangsa Indonesia.

Kode etik tersebut merupakan produksi negara berideologi “Liberal” dan fully adopted menjadi kode etik di Indonesia. Melihat antara konsep dan aplikasi dalam kehidupan nyata, perubahan besar-besaran untuk akuntabilitas itu sendiri diperlukan. Dalam level ini Pancasila memegang peran utama dalam pengembangan dasar baru untuk sebuah tanggung jawab.

Sebuah fakta ganjil nan menarik pernah diungkapkan oleh Bapak Unti Ludigdo (Ketua Jurusan Akuntansi FE Universitas Brawijaya) pada sebuah kesempatan di kampus UB. Beliau salah satu saksi dan pelaku sejarah pada saat berlangsungnya perumusan Kode Etik Akuntan Indonesia pada Kongres Tahunan Ikatan Akuntan Indonesia (IAI).

Pada rapat komisi, sebenarnya usulan tentang pertanggungjawaban akuntan yang pertama (dan utama) kepada Tuhan sebenarnya sudah disetujui oleh forum. Konsep tersebut diterima sebagai kesepakatan. Namun, apa yang terjadi? Ternyata, saat telah dikodifikasikan, pernyataan tentang tanggung jawab akuntan terhadap Tuhan lenyap, hilang tak berbekas.

Penulis: Rifqah Alfiyyah (Jurusan Akuntansi UINAM)