CORONA: Perubahan Konstalasi Sosial dan Otoritas Negara Diatas Hak Azasi Manusia

ZONATIMES.COM, Opini – Hantaman pandemi virus corona yang melanda dunia, termasuk bangsa Indonesia menjadi problematika ummat yang perlu dan penting untuk segera diselesaikan. Konstalasi kehidupan berbangsa seolah berubah 90 derajat dibanding biasanya.

Negara sebagai barang abstrak yang dikonstruksi oleh manusia melalui konstitusi diberi konstituen untuk melindungi segenap bangsa. Montesquieu dalam teori pemisahan kekuasaannya memberikan garis batas terhadap kekuasaan dalam satu Negara, diantaranya legislatif, eksekutif dan yudikatif.

Ketiga kekuasaan yang terlegitimasi dalam kehidupan bernegara ditujukan untuk menghindari tumpang-tindih kewenangan. Agar garis besar haluan negara tetap jalan sebagaimana yang diinginkan oleh founding-person bangsa.

Generasi penerus tinggal menerapkan apa yang telah ditentukan sebelumnya dan bila ada hal-hal yang memungkinkan untuk dirubah tergantung kesepakatan para pemegang konstituen.

Otoritas Kekuasaan Ditengah Pandemi

Indonesia sebagai negara yang berdaulat memberikan status atau kategori kewilayahan ditengah pandemi yang dibagi atas tiga bagian, diantaranya zona merah, kuning dan hijau.

Pandemi virus corona yang dikategorikan sebagai bencana non-alam memicu otoritas negara lebih mendominasi dibanding hak azasi manusia yang seharusnya dilindungi dan dijaga agar tetap eksis sebagaimana harapan-harapan yang melekat padanya. Bicara soal HAM maka akan mengarah pada apa yang telah dilekatkan oleh pencipta terhadap ciptaannya selama ia masih menjajaki Bumi manusia.

Dalih stabilitas sosial dan kesehatan menjadi pembicaraan khusyuk diatas meja kekuasaan. Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) (untuk wilayah zona merah: read) dijadikan sebagai alasan penguasa yang probabilitas-orientasinya ada dua: pandemi covid-19 yang melanda bangsa segera teratasi atau melucuti hak-hak yang dimiliki oleh bangsa di Nusantara.

Aparat sipil dan keamanan mengerahkan tenaga dan pikirannya terkait apa yang mesti dilakukan selama PSBB. Perlakuan aparat terhadap sipil seharusnya menghindari hal-hal yang berbau intimidatif dan persekutif agar menghindari pelucutan hak azasi manusia. Memberikan edukasi sebelum menindaktegas pelaku yang melanggar PSBB yang ditetapkan oleh beberapa Kepala Daerah, bukan sebaliknya.

Kita berharap semoga upaya yang dilakukan oleh Pemerintah dengan niat baiknya mampu dipertanggungjawabkan secara moril kepada mata dunia yang menyaksikan. Karena niat baik seharusnya dilakukan secara baik-baik agar tidak terjadi hal-hal yang kurang etis.

Oleh: Aslang Jaya, Anak Bangsa di Bumi Manusia