Jangan Pesimis Hadapi Pandemi COVID-19

ZONATIMES.COM, Opini – Sejak pandemi COVID-19 merebak, hampir semua sektor dinamika kebangsaan ikut berubah, tak terkecuali sektor pendidikan. Pendidikan formal yang harusnya bersifat inklusif dan publik menjadi sektor privat yang bersifat eksklusif.

Upaya yang dilakukan sebagian besar daerah ialah pembelajaran jarak jauh (PJJ) dari rumah atau dalam jaringan (daring). Hal tersebut dilakukan sebagai tindak lanjut himbauan pemerintah pusat dalam memutus mata rantai penyebaran COVID-19. Meskipun implementasinya tak berjalan mulus.

Organisasi Pendidikan, Keilmuwan, dan Kebudayaan Perserikatan Bangsa-Bangsa atau UNESCO menyebut hampir 300 juta siswa di seluruh dunia terganggu kegiatan sekolahnya dan terancam hak-hak pendidikan mereka di masa depan.

Pengamat pendidikan dari Center of Education Regulations and Development Analysis, Indra Charismiadji mengatakan berbagai kendala pembelajaran jarak jauh (PJJ) di tengah pandemi COVID-19 membuktikan bahwa pendidikan di Indonesia ketinggalan jaman. sektor pendidikan Indonesia belum siap menghadapi abad 21.

Menurutnya ada dua faktor yang memengaruhi sektor pendidikan akibat dampak krisis pandemi COVID-19. Pertama, kendalanya ada pada kemampuan pemahaman tenaga pendidik dan keterbatasan fasilitas. Pendidik belum memaksimalkan kurikulum dalam mengajar di sekolah.

Kedua, orang tua telah terbiasa mengandalkan pihak eksternal, mulai dari sekolah hingga bimbingan belajar, dalam mendidik anak. Akhirnya terjadi kebingungan ketika proses belajar terpaksa dilakukan di rumah.

Selain kedua hal tersebut, metafor sektor pendidikan pun ikut berubah, bergantinya sistem yang lama dengan sistem yang belum ada atau belum dicoba sebelumnya. Seperti halnya model pembelajaran melalui media daring.

Pesimis Bukan Solusi

Selalu kita berada dalam garis pesimistik setiap memulai bicara soal kualitas manusia Indonesia. Seolah bangsa ini sudah tidak bisa lagi digerakkan untuk maju bertumbuh menjawab berbagai tantangan masa depan dalam persaingan dunia global.

Memang, selalu jika kita bicara indeks pembangunan manusia, kita menjadi sesak dada. Indeks itu diukur dengan mempertimbangkan empat faktor, yakni usia harapan hidup, tingkat melek huruf, tingkat partisipasi pendidikan, dan pendapatan per kapita. Dan kita sering berada di posisi belakang.

Harus jujur kita katakan dalam membangun kualitas manusia bangsa ini memang tidak punya komitmen jelas. Namun, ini belum kiamat. Sekarang kita harus memulainya. Sekaranglah saatnya kita mulai bicara membangun sumber daya manusia dengan harapan. Sebagai peneguh spirit, sekurang-kurangnya potensi-potensi individu kita di banyak bidang tidak mengecewakan.

Kita punya banyak anak bangsa yang berjaya di ajang Olimpiade Fisika. Kita punya banyak nama dari berbagai bidang yang berjaya kelas dunia.

Kita juga punya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan yang siap memandu tenaga pendidik dan orang tua dengan petunjuk teknis yang jelas untuk membimbing peserta didik untuk belajar di rumah, selama masa pandemi COVID-19 belum berakhir.

Namun, memang menjadi merapuh jika bicara kekuatan bangsa secara kolektif. Sebuah bangsa memang bisa mengalami pasang surut. Yang terpenting kita harus punya elan vital yang berlipat untuk selalu bangkit setiap kali kita jatuh. Korea Selatan, Malaysia, dan Thailand pernah mengalami krisis moneter bersamaan dengan kita. Namun, negara-negara itu punya kemampuan untuk bangkit dan bahkan melesat.

Karena itu, di tengah berbagai upaya jangka pendek mengatasi problem ekonomi, kita tak boleh lupa untuk capaian-capaian jangka panjang dalam bidang pendidikan. Pendidikan kita harus benar-benar dibangun dengan visi dan orientasi menghasilkan manusia Indonesia unggul yang bisa memenuhi tuntutan global.

Karena itu, bidang pendidikan dari waktu ke waktu haruslah diisi orang-orang terbaik bangsa. Terlebih lagi karena pendidikan sebagai bagian dari pembentukan karakter dan bangsa. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan haruslah menjadi yang terdepan dalam hal apa pun. Sekadar contoh, harus terdepan dalam kualitas pelayanan, disiplin anggaran, dan keteladanan moral.

Dengan contoh seperti itu, publik akan percaya bahwa dunia pendidikan memang masih punya harapan untuk menghasilkan manusia-manusia Indonesia yang berkualitas. Manusia yang siap bersaing di dunia global dan siap menghadapi tantangan jaman.

Setiap perubahan peradaban pasti akan memberikan akibat positif dan negatif, namun semua orang harus bisa mengikuti perubahan tersebut. Manusia merupakan makhluk sosial yang tidak mungkin bisa hidup tanpa interaksi dengan orang lain dalam skala nasional maupun global.

Penulis: Ardiansyah, mahasiswa Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri Makassar dan pemerhati pendidikan