Limbah FABA Berganti Status, Karpet Merah Korporasi Batu Bara?

ZONATIMES.COM, MAKASSAR – Dampak UU Ciptaker terhadap lingkungan sangat mengkhawatirkan. Guru Besar Institut Pertanian Bogor Hermanto Siregar menyatakan, dengan prosedur amdal yang eksisting dan relatif ketat saja banyak terjadi pencemaran lingkungan. Apalagi jika dipermudah seperti tercantum di dalam UU Ciptaker (mediaindonesia.com, 7/10/2020).

Pemerintah mengeluarkan limbah batu bara dari kategori limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3). Ketentuan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan. Pada pasal 458 (3) Huruf C PP 22/2021, dijelaskan bahwa fly ash dan bottom ash batu bara (FABA) dari kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) dan kegiatan lainnya kini dikategorikan sebagai limbah non-B3 (katadata.co.id, 12/3/2021).

Tentu saja kebijakan ini menuai pro dan kontra sebab sisa pembakaran PLTU sempat menjadi sorotan karena dianggap sebagai salah satu penyebab polusi udara di Jakarta. Greenpeace juga, dalam berbagai laporan berkali-kali menyebut, PLTU batu bara melepas polutan udara mematikan, menyebabkan penyakit serius dan kematian dini.

Kebijakan Kapitalistik Abai Lingkungan

Dikeluarkannya limbah batu bara dari kategori berbahaya merupakan usulan pengusaha. Ketua umum Dewan Pimpinan Nasional Apindo, Haryadi B Sukamdani menyebut bahwa sebanyak 16 asosiasi di Apindo sepakat mengusulkan penghapusan FABA dari kategori limbah berbahaya (katadata.co.id, 12/3/2021).

Jaringan advokasi Tambang (JATAM) menilai, kebijakan tersebut merupakan kejahatan sistematis terhadap masyarakat pesisir. Koordinator JATAM, Merah Johansyah mengatakan fly ash dan bottom ash memiliki potensi untuk mencemari sungai dan laut yang menjadi pusat kehidupan masyarakat pesisir dan jika mencemari air akan membuat biota air mati.

Masih di laman yang sama, Kordinator JATAM menyatakan bahwa penegakan hukum akan keropos dan pengawasan lemah akan membuat perusahan batu bara makin ugal-ugalan (kompas.com, 15/3/2021).

Kritik terbitnya PP 22/2021 juga disuarakan oleh aktivis lingkungan yang lain, yaitu lembaga Tren Asia. Lewat kicauan di Twitter resminya, Tren Asia menyatakan keputusan pemerintah ini merupakan kabar buruk bagi kelestarian lingkungan hidup dan kesehatan masyarakat. Limbah batu bara mengandung senyawa kimia seperti arsenik, timbal, merkuri, kromium dan sebagainya, sehingga mayoritas negara di dunia masih mengategorikan limbah batu bara sebagai limbah berbahaya dan mematikan.

Sungguh ironi, permintaan pengusaha atau korporasi terakomodir. Sedangkan kelestarian lingkungan dan kesehatan masyarakat yang terancam limbah beracun tidak mendapatkan perhatian serius. Hal ini mengesankan kentalnya orientasi kapitalistik dalam PP 22/2021. Berikutnya dengan aturan ini, korporasi diuntungkan sebab limbah batu bara tak membutuhkan anggaran pengelolaan. Korporasi berlepas tangan dari tanggung jawab dan beralih ke beban anggaran negara.

Sekali lagi, produk peraturan pemerintah memberi karpet merah untuk jalan mulus para korporasi meraup kuntungan sebesar-besarnya dengan tanggung jawab sekecil-kecilnya. Rakyat kecil tertimpa kerugian dan ancaman bencana yang membahayakan jiwa. Alam pun turut merasakan imbas keserakahan korporasi.

Islam Peduli Alam

Berbeda dengan sistem sekuler yang hanya berorientasi kapital, Islam sangat concern dalam pelestarian lingkungan dan pemeliharanan kemaslahatan kehidupan manusia. Allah SWT telah dengan jelas dan tegas melarang pengrusakan terhadap bumi dan alam semesta.

“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi, sesudah (Allah) memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut (tidak akan diterima) dan harapan (akan dikabulkan). Sesungguhnya rahmat Allah amat dekat kepada orang-orang yang berbuat baik.”(QS Al A’raf:56)

Islam datang dengan seperangkat petunjuk yang dijadikan rujukan dalam melangsungkan kehidupan. Tanggung jawab memelihara bumi telah dicontohkan oleh Rasulullah dan para sahabat.

Rasulullah SAW bersabda:
Jauhilah prilaku laknat, membuang kotoran di sumber air, di pinggr jalan dan di bawah naungan pohon.”(HR. Abu Daud, Ahmad dan Ibnu Majah)

Demikian pula para khalifah sepeninggal Rasulullah SAW, tetap memberikan perhatian yang besar terhadap pemeliharaan kelestarian lingkungan. Khalifah Umar pernah meminta kepada sahabatnya untuk menanam pohon dan mencela orang-orang yang memperlakukan binatang dengan kasar.

Dalam riwayat lain, Umar Bin Khattab pernah berkata bahwa jikalau ada kondisi jalan di derah Irak yang rusak karena penanganan pembangunan yang tidak tepat kemudian seekor keledai yang terperosok ke dalamnya, maka Umar bertanggung jawab karenanya.

Sedemikian rinci Islam memberi perhatian terhadap keberlangsungan kehidupan di muka bumi. Islam memberi solusi untuk setiap permasalahan kehidupan manusia. Selayaknya manusia menerapkan syariat dari Alquran, agar Allah SWT menurunkan keberkahan bagi manusia dan seluruh kehidupan di alam semesta.

Penulis: Adira, S.Si (Praktisi Pendidikan, Mahasiswa PPS Kimia UNM)