Ramadan: Takut Tak Bergaya Daripada Tak Bernyawa

ZONATIMES.COM, Opini – Pandemi Covid-19 dibeberapa negara saat ini mulai menurun, namun tampaknya tidak dengan Indonesia, setiap hari terjadi peningkatan jumlah terinfeksi virus Covid-19. Untuk data per 21 Mei 2020 sudah tercatat 20.162 terinfeksi Covid-19, sebanyak 4.838 jiwa yang sembuh dan 1.278 yang meninggal dunia.

Belum ada tanda-tanda pandemi ini akan segera berakhir di Indonesia namun tekanan ekonomi mulai kian terasa di masyarakat, sedangkan negara tak mampu menanggung seluruh kebutuhan ekonomi yang masyarakatnya yang kurang lebih 271 juta jiwa.

Tagar ‘Indonesia Terserah’ yang disertainya foto tenaga medis banyak bersebaran di sosial media. Nampaknya tagar itu petanda tenaga medis kecewa melihat kelakuan masyarakat yang tidak melaksanakan protokol kesehatan dengan baik, serta kebijakan pemerintah yang tak konsisten dalam penanganan Covid-19.

Mereka yang telah sekuat tenaga untuk menyelamatkan nyawa korban terinfeksi Covid-19, tak sedikit dari mereka yang gugur saat menjalankan tugasnya sebagai tenaga medis. Namun perjuangannya seolah terasa sia-sia karena masyarakat seakan tak sadar bahwa mereka bisa saja terpapar kapan saja dan pemerintah seakan pasrah karena tuntutan ekonomi yang kian merosot, ditambah lagi kurangnya kepatuhan masyarakat terhadap kebijakan yang ada.

Kebijakan PSBB di beberapa daerah, kini mulai dilonggarkan, fasilitas-fasilitas umum mulai dibuka kembali, bukan karena pemerintah putus asa dengan Covid-19, namun tuntunan ekonomi dan kebutuhan masyarakat yang mendesak pemerintah terpaksa membuka kembali segala fasillitas umum, salah satunya pusat perbelanjaan.

Hari-hari terakhir menjelang idul fitri, mal, pasar sentral, pasar tradisional dan tempat-tempat perbelanjaan lainnya kian ramai dikunjungi. Masyarakat berbondong-bondong untuk membeli pakaian lebaran. namun sayangnya, masyarakat tak mematuhi protokol kesehatan yang ada, social distancing tak lagi dihiraukan, mereka tak segan-segan untuk berdesak-desakan demi tampil modis saat hari raya idul fitri nantinya dan tanpa memikirkan nyawa mereka saat itu terancam.

Mereka dapat terinfeksi virus Covid-19 kapan dan dimana saja dengan muda jika tidak menerapkan protokol kesehatan yang ada.

Nampaknya kehilangan gaya lebih menakutkan dibandingkan kehilangan nyawa. Akibat hal tersebut penambahan kasus Covid-19 bisa saja naik secara drastis. Penerapan kebijakan PSBB sepertinya terasa sia-sia karena masih banyak masyarakat yang tak sadar akan pentingnya untuk tidak keluar rumah di masa pademi Covid-19 kecuali jika hal tersebut urgent.

Untuk saat ini, seharusnya kita sebagai masyarakat dapat menurunkan ego demi kebaikan bersama, demi Indonesia kembali normal. Keluar rumah untuk bekerja atau membeli kebutuhan bahan-bahan pokok mungkin masih dapat dimaklumi namun jika hanya untuk pakaian baru dihari lebaran menyebabkan sebagian masyarakat harus berbondong-bondong ke tempat perbelanjaan, berdesak-desakan, hingga tak menerapkan social distancing.

Melihat itu, mungkin terlihat cukup keterlaluan, seperti tak menghargai usaha para tenaga medis yang sudah mengorbankan segenap tenaga dan jiwa mereka demi kesehatan bersama, begitupun dengan pemerintah yang mulai kewalahan untuk menentukan hal prioritas yang harus diutamakan terlebih dahulu mengingat masyarakat yang sulit untuk diatur.

Hari lebaran kini mulai melambaikan sapaan, bertanda kemenangan bagi insan beriman akan segera tertunai. Bulan ramadan tinggal beberapa hari lagi akan berakhir, seharusnya kita memanfaatkannya untuk tazkiyatun nufus atau menyucikan jiwa dengan memperbanyak beristigfar, memohon ampun atas setiap salah dan dosa yang diperbuat, baik sengaja atau tidak sengaja.

Kiranya Ramadan usai, jiwa dapat kembali suci tanpa dosa sembari mematuhi seruan pemerintah dan MUI untuk stay Home. Covid-19 termasuk bagian dari bentuk penyucian jiwa dengan menjadikan pandemi ini sebagai bahan muhasabah diri, karena tidaklah suatu musibah ditimpakan kepada penduduk bumi melainkan karena ulah tangan-tangan lalai mereka sandiri. Bulan ramadhan adalah saat yang tepat untuk bermuhasabah, mendekatkan diri kepada Allah SWT.

Namun realitanya yang disaksikan di pelataran bumi, di akhir-akhir kebersamaan ramadan yang semestinya menjadi arena pacuh untuk memperbanyak ibadah, apalagi di tengah pandemi Covid-19 yang mengharuskan patuh akan arahan pemerintah untuk stay home dan social distancing.

Tampaknya sangat berbeda, sebagian masyarakat malah disibukkan dengan memburu mode penampilan di pusat perbelanjaan untuk lebaran, yang melalaikan mereka dari memaksimalkan ibadah, serta tak lagi mengindahkan himbauan dari pemerintah untuk melakukan protokol kesehatan dengan baik.

Jika sadar diri tak terealisasikan, justru egoisme yang menumpuh di jiwa. Penantian dan doa yang melangit mengharap kesudahan Covid-19 tak akan pernah terwujud.

Kesadaran perlu dipupuk dalam jiwa. Tolak ukur keberhasilan seorang dalam bersamai bulan ramadan, bukan ketika berlebaran dengan segala mode penampilan yang dapat melunglaikan pandangan jika dipandang, akan tetapi bagaimana menggenjarkan ibadah-ibadah di bulan ramadan.

Dengan demikian hadiah pengampunan sang maha rahman dapat menjadi kado terbaik di hari Kiamat kelak. Suatu kecelakaan bagi insan beriman jika memiliki kesempatan untuk bersamai ramadhan tapi dosa-dosa tak diampuni oleh Allah sang maha pengampun.

Sejenak sungkurkan jiwa yang angkuh, kiranya ego membara dapat terpadamkan, merenung bahwasanya semua penghuni bumi ibu peritiwi berharap pandemi Covid-19 dapat berakhir. Namun suatu kemustahilan, jika egoisme masih terpatri di jiwa, tak patuh dengan imbauan pemerintah untuk melaksanakan protokol kesehatan.

Bersabar untuk tidak meramaikan pusat perbelanjaan demi penampilan modis yang menawan, adalah pilihan yang sangat tepat. Bukan sekedar itu, demikian merupakan sebagai wujud bukti syukur atas nikmat sehat yang diberikan Ilahi Rabbi.

Maka dengan itu, mari bersama-sama menurunkan ego, untuk sementara tidak melakukan aktivitas-aktivitas di luar rumah jika tidak terlalu penting. Tak apalah tak berpakaian baru di hari raya tahun ini, InsyaAllah masih ada hari-hari lainnya. Jika hari ini tetap keras kepala, bagaimana dengan nyawa kita dan orang-orang tercinta yang ada di sekitar kita? mungkin saja besok-besok kita dan orang-orang tercinta hanya tinggal nama. Pakaian bisa dibeli kapan saja tapi nyawa tak dapat kembali setelah tiada. Jangan saling menyalahkan, mari kita bersatu melawan Covid-19 demi Indonesia kembali pulih.

Penulis: Rasmilasary, mahasiwi jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Alauddin Makassar