Tetap Optimisme Dengan Mengoptimalkan Komunikasi Nonverbal Selama Pandemik Covid-19

ZONATIMES.COM, Makassar – Mulai pada saat presiden Republik Indonesia, Joko Widodo mengumumkan pasien positif COVID-19 pertama di Indonesia pada 2 Maret yang lalu (CNN_Indonesia, 2020), maka sejak saat itu banyak hal dalam kehidupan masyarakat Indonesia harus mengalami penyesuaian-penyesuaian.

Salah satunya adalah dalam hal berkomunikasi. Kebijakan physical distancing membuat komunikasi tatap muka tak lagi bisa dilakukan dengan leluasa. Namun demikian, hal ini tentunya tidak akan menghalangi kebutuhan untuk berinteraksi dengan sesama manusia yang merupakan hal dasar dalam pemenuhan kebutuhan dasar manusia.

Dalam menjalani masa pandemi COVID-19 ini, optimisme harus tetap dipegang, agar bisa melewati masa krisis ini dengan sebaik-baiknya. Konsep komunikasi nonverbal menjadi satu hal yang bisa dijadikan patokan terkait dengan optimisme dalam masa pandemi COVID-19, karena dengan keterbatasan komunikas tatap muka, masih bisa setidaknya melakukan komunikasi CMC.

Konsep komunikasi nonverbal seperti yang telah dicetuskan oleh Burgoon sebagai hasil dari elaborasi konsep Ekman dan Friesen menjelaskan ada tujuh aktivitas nonverbal, yaitu kinesik, vokalik atau paralanguange, penampilan fisik, haptic, proksemik, kronemik, dan artifak, seperti yang telah dijelaskan pada bagian sebelumnya (Littlejohn, Foss, & Oetzel, 2017).

Bentuk-bentuk komunikasi nonverbal tersebut masih bisa diaplikasikan dalam komunikasi CMC, walaupun tidak semuanya. Hal tersebut misalnya bisa dilakukan dengan menggunakan fitur panggilan video (video call) atau panggilan suara (voice call) yang bisa dijadikan pilihan cara berkomunikasi selama pandemi COVID-19.

Dalam komunikasi CMC yang melibatkan video, misalnya Whatsapp video call, aktivitas komunikasi nonverbal yang bisa terlibat adalah kinesik, vokalik atau paralanguange, penampilan fisik, kronemik, dan artifak. Untuk bentuk komunikasi nonverbal kinesik misalnya, bisa diketahui dari ekspresi wajah lawan bicara saat berkomunikasi menggunakan video call.

Hal ini bisa semakin menekankan makna dari pesan yang tersampaikan pada kata-kata yang diucapkan dalam komunikasi verbal terucap yang terjadi selama melakukan panggilan tersebut. Sehingga, walaupun tidak bisa bertemu langsung, komunikasi menggunakan video call masih bisa memungkinkan tersampaikannya pesan berupa kata-kata sekaligus ekspresi wajah sebagai bentuk komunikasi nonverbal.

Lebih lanjut, komunikasi nonverbal yang juga bisa dilakukan melalui panggilan video adalah vokalik atau paralanguage. Vokalik atau paralanguage adalah komunikasi yang berkaitan dengan vokal tetapi tidak menggunakan kata-kata. Yang termasuk dalam paralanguage ini adalah suara, seperti gerutuan misal, serta kualitas vokal, seperti volume, nada, dan perubahan suara.

Paralanguage juga mencakup aksen, pengucapan, dan kompleksitas kalimat (Woods, 2016). Hal-hal tersebut bisa diketahui dari komunikasi menggunakan Whatsapp video call, karena komunikasi dengan cara ini tentu mengandung unsur audio juga yang berkaitan dengan suara, sehingga hal-hal tersebut bisa memberikan referensi pemaknaan dari kata-kata yang ada.

Penampilan fisik dan artifak merupakan bentuk komunikasi nonverbal yang juga bisa muncul dalam komunikasi menggunakan video call. Penampilan fisik adalah bentuk fisik dan ciri fisik seseorang, sementara artifak adalah objek personal yang bisa menunjukkan identitas tertentu (Woods, 2016).

Dalam komunikasi menggunakan video call, kedua hal tersebut bisa tampak, namun tentu saja tergantung dari komposisi penempatan telepon seluler atau gawai yang digunakan dalam proses komunikasi. Jika hal-hal tersebut bisa Nampak di layer gawai, tentu hal-hal tersebut juga secara tidak langsung bisa memberikan informasi dan pesan kepada lawan bicara.

Selain itu, untuk komunikasi bermedia dengan keterlibatan jaringan internet yang menggunakan fitur suara saja tanpa video, seperti Whatsapp voice call. Dua jenis komunikasi nonverbal lainnya, yaitu hapticsdan proxemic tidak bisa diaplikasikan dalam komunikasi CMC, baik yang melibatkan unsur audio saja maupun unsur audio visual. Hal ini dikarenakan kedua jenis komunikasi nonverbal itu membutuhkan adanya komunikasi tatap muka yang tidak terbatas dengan physical distancing.

Berdasarkan penjelasan yang telah saya uraikan di atas, maka dapat saya simpulkan bahwa walaupun dalam masa pandemic COVID 19 yang juga di sebut masa krisis ini, intraksi sosial masi bisa berjalan dengan baik yaitu dengan menggunakan media komunikasi CMC.

Konsep komunikasi nonverbal dalam dalam CMC ini dapat di aplikasikan pada masa Phisical Distancing pandemic Covid 19 yang menunjukkan bahwa interaksi sosial masih tetap bisa di jalankan dan di upayakan walaupun tanpa adanya tatap muka yang intens.

Penulis: Nurfitrah (Akuntansi UINAM)