Profil Mahfud MD, Cawapres Ganjar Pranowo di Pemilu 2024

ZONATIMES.COM – Profil Mahfud MD, Cawapres Ganjar Pranowo.

Pendidikan:

  1. Madrasah Ibtida’iyah di Pondok Pesantren al Mardhiyyah, Waru, Pamekasan, Madura
  2. SD Negeri Waru Pamekasan, Madura
  3. Pendidikan Guru Agama Negeri (PGAN), SLTP 4 Tahun, Pamekasan Madura
  4. Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), SLTA 3 Tahun, Yogyakarta
  5. S1 Fakultas Hukum, Jurusan Hukum Tata Negara, Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta
  6. S1 Fakultas Sastra dan Kebudayaan (Sasdaya) Jurusan Sastra Arab, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
  7. Program Pasca Sarjana S2, Ilmu Politik, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta
  8. Program Doktoral S3, Ilmu Hukum Tata Negara, Universitas Gajah Mada, Yogyakarta

Karir Akademik dan Sosial:

  • Dosen Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (1984– sekarang)
  • Sekretaris Jurusan Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (1986–1988)
  • Pembantu Dekan II Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia (1988–1990)
  • Direktur Karyasiswa, Universitas Islam Indonesia (1991–1993)
  • Pembantu Rektor I Universitas Islam Indonesia (1994–2000)
  • Direktur Pascasarjana Universitas Islam Indonesia (1996–2000)
  • Anggota Panelis dan Asesor, Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (1997–1999)
  • Wakil Ketua Umum Dewan Tanfidz DPP Partai Kebangkitan Bangsa (2002–2005)
  • Rektor Universitas Islam Kadiri (2003–2006)
  • Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia (2010–sekarang)
  • Ketua Dewan Penyantun Yayasan Alumni Undip Badan Penyelenggara Universitas Semarang Sekaligus dosen Universitas Semarang (USM) (2018– sekarang)

Jabatan di Pemerintahan:

  • Plt. Staf Ahli dan Deputi Menteri Negara Urusan HAM (1999–2000)
  • Menteri Pertahanan Republik Indonesia, kemudian Menteri Kehakiman (2000–2001)
  • Anggota DPR RI, menempati Komisi III dan Wakil Ketua Badan Legislatif (2004–2008)
  • Anggota Tim Konsultan Ahli pada Badan Pembinaan Hukum Nasional (BPHN) Depkum HAM RI (sekarang)
  • Ketua Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (2008–2013)
  • Anggota Dewan Pengarah Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila (2017–2018)
  • Menkopolhukam (2019–)

Organisasi:

  • Pelajar Islam Indonesia (PII)
  • Ikatan Sarjana Nahdlatul Ulama (ISNU)
  • Anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
  • Ketua Ikatan Keluarga Alumni Universitas Islam Indonesia
  • Dewan Pengasuh Forum Keluarga Madura Yogyakarta
  • Ketua Presidium Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI)

Keluarga:

Mahfud MD menikah dengan Hj. Zaizatoen Nihajati, SH. (Yatie), gadis teman kuliahnya di Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, pada tahun 1982. Yatie adalah perempuan kelahiran Jember, 18 November 1959 anak kedua dari delapan bersaudara pasangan Sya’roni dan Shofiyah. Hj. Zaizatoen Nihajati, S.H. berijazah Sarjana Hukum dan pernah bekerja sebagai guru SMA. Tetapi ketika Mahfud MD diangkat menjadi Menteri dan harus berpindah ke Jakarta maka pekerjaannya sebagai guru ditinggalkannya sampai sekarang.

Mahfud dan Yatie bertemu pertama kali di kampus Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia pada 1978 saat keduanya sama-sama aktif di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sejak 1979, keduanya mulai dekat dan akhirnya berpacaran. Hubungan keduanya bertahan lama, sehingga pada 2 Oktober 1982, Mahfud dan Yatie resmi menikah di Semboro, Jember. Dari pernikahan itu, Mahfud dan Yatie dikaruniai tiga orang anak yaitu:

  1. Mohammad Ikhwan Zein, laki-laki kelahiran 15 Maret 1984
  2. Vina Amalia, perempuan kelahiran 15 Juli 1989
  3. Royhan Akbar, laki-laki kelahiran 7 Februari 1991

Biografi Singkat:

Profil Mahfud MD, Cawapres Ganjar Pranowo. Mahfud lahir dari rahim Siti Khadidjah di sebuah desa di Kecamatan Omben, Sampang, Madura, 13 Mei 1957, dengan nama Mohammad Mahfud. Dengan nama itu, sang ayah, Mahmodin, berharap anak keempat dari tujuh bersaudara itu menjadi orang yang terjaga.  Ia dilahirkan ketika ayahnya bertugas sebagai pegawai rendahan di kantor Kecamatan Omben, Kabupaten Sampang. Ketika Mahfud berusia dua bulan, keluarga Mahmodin pindah ke Pamekasan, daerah asalnya. Di sana, di Kecamatan Waru, Mahfud menghabiskan masa kecilnya.  Kala itu, surau dan madrasah diniyyah adalah tempat Mahfud belajar agama Islam. Ketika berumur tujuh tahun, ia dimasukkan ke Sekolah Dasar Negeri. Sore harinya, ia belajar di Madrasah Ibtida’iyyah. Malam sampai pagi hari, ia belajar agama di surau. Mahfud lalu dikirim ke  pondok pesantren Somber Lagah di Desa Tegangser Laok, untuk mendalami agama. Ketika itu ia masih kelas 5 SD. Sekolahnya pun ia lanjutkan di sana.

Pondok Pesantren Somber Lagah adalah pondok pesantren salaf yang diasuh Kiai Mardhiyyan, seorang kiyai keluaran Pondok Pesantren Temporejo atau Temporan. Pondok pesantren itu sekarang diberi nama Pondok Pesantren al-Mardhiyyah, memakai nama pendirinya, Kiai Mardhiyyan, yang wafat pertengahan 1980-an. Meski nilai ujiannya bagus, Mahfud tidak melanjutkan sekolah ke SMPN favorit. Orang tuanya memasukkan dia Pendidikan Guru Agama (PGA) Negeri di Pamekasan. Pada waktu itu, ternyata ada tiga murid yang namanya sama dengannya. Untuk membedakan, akhirnya Mahfud menambahkan inisial MD di belakang namanya. Tanpa sengaja, nama itu tertulis dalam ijazahnya. Kini, inisial menetap di belakang nama Mahfud seperti gelar akademik medical doctor,  sebagaimana anggapan sebagian orang.

Sehabis menamatkan PGA selama empat tahun pada 1974, Mahfud terpilih untuk melanjutkan ke Pendidikan Hakim Islam Negeri (PHIN), sekolah kejuruan unggulan milik Departemen Agama di Yogyakarta yang merekrut lulusan terbaik dari PGA dan Madrasah Tsanawiyah seluruh Indonesia. Mantan Menteri Koperasi Zarkasih Noer, mantan Menteri Sekretaris Negara Djohan Effendi, tokoh Majelis Ulama Indonesia Amidhan, dan Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar merupakan sebagian alumninya. Kini, PHIN diubah menjadi Madrasah Aliyah Negeri (MAN).

Pada 1978, Mahfud tamat dari PHIN. Ia lalu meneruskan pendidikan ke Fakultas Hukum Universitas Islam Indonesia (UII). Pada saat yang sama ia juga kuliah Jurusan Sastra Arab Fakultas Sastra dan Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM). Di Fakultas Hukum, Mahfud mengambil jurusan Hukum Tata Negara.

Padahal, ketika itu ayahnya sudah pensiun. Untuk membiayai dua kuliahnya, Mahfud aktif menulis di surat kabar umum seperti Kedaulatan Rakyat agar mendapat honorarium. Ia juga sibuk berburu beasiswa. Sebagai mahasiswa terbaik, Mahfud berhasil mengantongi  beasiswa Rektor UII, beasiswa Yayasan Dharma Siswa Madura, juga beasiswa Yayasan Supersemar.

Mahfud mendapat beasiswa penuh dari UII untuk melanjutkan program pasca sarjana di UGM. Ketika itu, ia mengambil studi ilmu politik. Ia kembali mendapat beasiswa dari Yayasan Supersemar dan dari Tim Manajemen Program Doktor (TMPD) Departemen Pendidikan dan Kebudayaan untuk melanjutkan S3. Ia kembali mendalami ilmu hukum tata negara ketika mengambil program doktor di UGM. Sejak SMP, Mahfud remaja tertarik menyaksikan ingar bingar kampanye pemilihan umum. Di situlah bibit-bibit kecintaannya pada politik terlihat. Semasa kuliah, kecintaannya pada politik semakin membuncah.  Ia lalu malang melintang di berbagai organisasi kemahasiswaan intrauniversitas seperti Senat Mahasiswa, Badan Perwakilan Mahasiswa, dan pers mahasiswa.

Mahfud juga aktif di organisasi ekstra universitas Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Pilihannya pada HMI didorong oleh pemahamannya terhadap medan politik di UII. Sebab, saat itu untuk bisa menjadi pimpinan organisasi intra kampus harus berstempel aktivis HMI.  Sekalipun begitu, dari sejumlah organisasi intra kampus yang pernah ia ikuti, hanya Lembaga Pers Mahasiswa yang paling ia tekuni. Ia pernah menjadi pimpinan di majalah mahasiswa Fakultas Hukum UII, Keadilan. Demikian pula majalah mahasiswa UII, Muhibbah. Karena begitu kritis terhadap pemerintah Orde Baru, majalah Muhibbah yang dipimpinnya dibreidel sampai dua kali. Pertama, dibreidel oleh Pangkopkamtib Soedomo pada 1978. Terakhir, dibreidel oleh Menteri Penerangan Ali Moertopo pada 1983.

Lulus dari Fakultas Hukum pada 1983 Mahfud bekerja sebagai dosen di almamaternya dengan status sebagai  Pegawai Negeri Sipil (PNS). Ketika itu ia melihat, hukum tidak dapat bekerja sebagaimana mestinya karena selalu diintervensi oleh politik. Energi politik selalu lebih kuat daripada energi hukum. Kekecewaannya pada hukum yang selalu dikalahkan oleh keputusan-keputusan politik menyebabkan Mahfud ingin belajar ilmu politik.

Kesempatan itu ia ambil ketika kuliah S2. Ia banyak berdiskusi dengan dosen-dosen ilmu politik ternama seperti Moeljarto Tjokrowinoto, Mochtar Mas’oed, Ichlasul Amal, Yahya Muhaimin, Amien Rais, dan lain-lain.

Keputusannya mengambil ilmu politik yang berbeda dengan konsentrasinya di bidang hukum tata negara bukan tanpa konsekuensi. Sebab, studi lanjut di luar bidangnya seperti itu tidak akan dihitung dalam jenjang kepangkatannya sebagai dosen. Karena itu, selepas lulus S-2, ia melanjutkan pendidikan doktor (S-3)  bidang Ilmu Hukum Tata Negara di Program Pasca Sarjana UGM hingga lulus pada 1993.

Disertasi doktornya tentang politik hukum cukup fenomenal. Hasil penelitiannya menjadi bahan bacaan pokok program pascasarjana bidang ketatanegaraan di berbagai perguruan tinggi, karena pendekatannya mengkombinasikan dua bidang ilmu, yaitu ilmu hukum dan ilmu politik. Dalam sejarah pendidikan doktor di UGM, Mahfud tercatat sebagai mahasiswa doktoral yang lulus cepat. Ia menyelesaikan pendidikannya hanya dalam waktu 2 tahun 8 bulan. Padahal, ketika itu (1993) rata-rata pendidikan doktor diselesaikan selama 5 tahun. Kata Mahfud, semua itu berkat ketekunan dan dukungan dari para promotornya, Prof. Moeljarto Tjokrowinoto, Prof. Maria SW Sumardjono, dan Prof. Affan Gaffar.

Ketiga promotor tersebut juga mengirim Mahfud ke Columbia University New York dan Northern Illinois University DeKalb, Amerika Serikat, untuk melakukan studi pustaka tentang politik dan hukum selama satu tahun. Di New York, ia berkumpul dengan Artidjo Alkostar, senior dan mantan dosennya di Fakultas Hukum UII, yang kini menjadi hakim agung.  Sedangkan di Illinois, ia bertemu dengan Andi A. Mallarangeng, kini Menteri Pemuda dan Olah Raga Kabinet Indonesia Bersatu II. Ketika itu, Andi menjadi Ketua Perhimpunan Muslim, sehingga Mahfud diberi satu kamar di sebuah rumah yang dijadikan masjid dan tempat berkumpulnya keluarga mahasiswa muslim di berbagai negara.

Mahfud tercatat sebagai dosen tetap Fakultas Hukum UII pertama yang meraih doktor pada 1993. Dari jabatan asisten ahli, ia melompat menjadi lektor madya, mendahului dosen dan senior-seniornya di sana. Bahkan, tidak sedikit dari dosen dan seniornya itu yang kemudian menjadi mahasiswa atau dibimbing ketika menempuh pendidikan pasca sarjana.  Dengan karya tulis yang tersebar berupa buku, jurnal, maupun makalah ilmiah, tak sulit bagi Mahfud untuk meraih gelar akademik tertinggi.  Ia pun dikukuhkan sebagai guru besar, 12 tahun sejak ia mengabdi sebagai dosen UII.  Dengan usia 41 tahun, ia tergolong sebagai guru besar termuda pada masanya bersama Yusril Ihza Mahendra. Wajar saja, jika dengan kapasitasnya itu ia dipercaya mengajar di 20 perguruan tinggi, termasuk penguji eksternal disertasi doktor untuk hukum tata negara di University  of Malaya, Kuala Lumpur.

Baca juga: Mahfud, Cawapres Ganjar Pilihan PDIP untuk 2024