ZONATIMES.COM – Tahun depan, para perokok siap-siap merogoh kantong lebih dalam. Pasalnya, pemerintah secara resmi menetapkan kenaikan tarif cukai rokok tahun 2022 rata-rata sebesar 12%. Hal tersebut disampaikan langsung oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia, Sri Mulyani Indrawati melalui siaran pers di Kantor Kementerian Keuangan kemarin (13/12) terkait Kebijakan Cukai Hasil Tembakau Tahun 2022.
Dasar dari kebijakan tersebut tidak terlepas dari peran pemerintah sebagai regulator dalam bidang cukai Nasional. Di sisi lain, terdapat empat aspek pokok yang mendasari perumusan kebijakan cukai setiap tahun, antara lain aspek pengendalian dan pembatasan konsumsi rokok, pertimbangan aspek tenaga kerja pada sektor pertanian dan industri yang berkaitan dengan produksi hasil tembakau, aspek penerimaan negara di sektor cukai yang cukup besar, serta aspek pengawasan dan pengendalian rokok ilegal. Namun sebenarnya, tujuan utama dari kebijakan cukai nasional adalah menekan dan mengurangi konsumsi rokok di masyarakat, dengan asumsi bahwa harga rokok makin tidak terjangkau oleh masyarakat.
Dari rencana kenaikan tarif cukai rokok dimaksud, harga jual eceran tertinggi dialami oleh jenis Sigaret Kretek Mesin (SKM) golongan I mencapai Rp.38.100 per bungkus isi 20 batang, Sigaret Putih Mesin (SPM) golongan I mencapai Rp.40.100 per bungkus isi 20 batang, dan Sigaret Kretek Tangan (SKT) golongan IA mencapai Rp.32.700 per bungkus isi 20 batang. Namun, harga jual ini masih merupakan harga terendah dibanding dengan beberapa negara di Asean seperti Singapura yang mencapai harga Rp.150.238 per bungkus isi 20 batang dan Malaysia yang mencapai harga Rp.60.097 per bungkus isi 20 batang. Penetapan kebijakan tarif cukai ini efektif mulai berlaku pada tanggal 01 Januari 2022.
Kenaikan tarif cukai ini juga berdampak pada hasil tembakau lainnya yang diolah secara khusus dengan cara lain sehingga menghasilkan produk seperti tembakau hirup, tembakau kunyah, tembakau molasses, dan ekstrak/esens tembakau yang digunakan untuk vapor. Kenaikannya tidak terlalu signifikan, akan tetapi diharapkan mampu menyumbang penerimaan negara sebesar Rp.648,84 miliar di tahun 2022.
Menteri Keuangan menambahkan, penerimaan dari sektor cukai dikembalikan ke pemerintah daerah tertentu untuk digunakan dalam program pemerintah yang berkaitan dengan dampak negatif rokok itu sendiri, kemudian dikenal dengan istilah Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT). Di tahun 2022, dana tersebut akan dialokasikan sebesar 25% di bidang kesehatan, 20% pada bidang peningkatan kualitas industri dan keterampilan tenaga kerja, 20% untuk pemberian bantuan masyarakat, dan 25% dalam bidang penegakan hukum di bidang cukai. Perlu diketahui bahwa target penerimaan Negara di sektor cukai dalam APBN 2022 sebesar Rp.193,5T atau 10% dari total target penerimaan APBN.
Terdapat hal unik yang sempat disampaikan oleh Menteri Keuangan dalam siaran pers tersebut. Penerapan kebijakan cukai tahun 2022 mencoba menargetkan penurunan prevalensi perokok anak usia 10-18 menjadi 8,83% yang sebelumnya mencapai 8,97%. Kemudian berdasarkan hasil survei, ternyata rokok merupakan komoditas pengeluaran tertinggi kedua setelah beras dalam kebutuhan rumah tangga, hingga mencapai 11% dari total pengeluaran rumah tangga. Lalu yang telah diketahui bersama melalui kemasan rokok, bahwa merokok merupakan faktor penyebab risiko kematian terbesar di negeri ini. Sungguh ironi memang, merokok tetap menjadi kebutuhan hidup bagi sebagian orang. (Afandy)