Pendemo Tolak UU Ciptaker Direpresif, Front Perjuangan Rakyat Sulsel Tuntut 4 Poin

ZONATIMES.COM, Makassar – Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan mengecam tindakan represif aparat kepolisian kepada massa aksi penolak Undang-Undang Cipta Kerja (Ciptaker). Salah satu pendemo mendapat tindakan represif dan ditangkap Pimpinan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Makassar, Supianto atau dikenal Ijul.

Hal tersebut disampaikan Wakil Jenderal Lapangan Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan, Tewas, dalam rilisanya diterima redaksi, Senin, (26/10/2020). Ia menegaskan bahwa peserta aksi yang ditangkap oleh aparat kepolisian dibebaskan.

“Kami akan tetap mengawal isu ini, intinya kawan ijul dan massa aksi lainnnya harus bebas! Karena mereka tak bersalah,” pungkas Tewas.

Terkait UU Cipta Kerja, ia menjelaskan bahwa peningkatan investasi menjadi dasar DPR RI dan Pemerintah untuk segera mengesahkan Omnibus Law UU Cipta Kerja, sehingga dalam perumusan dan penetapannya mengabaikan beberapa prosedural penetapan Undang-undang.

UU Cipta Kerja juga dinilai tidak memberikan dampak positif bagi sebagian masyarakat Indonesia dalam meningkatkan taraf ekonomi, terkhusus pada masyarakat rentan seperti buruh, petani, miskin kota dan masyarakat marjinal lainnya.

Selain itu, satgas Omnibus Law UU Cipta Kerja didominasi oleh para pengusaha (oligarki) yang memiliki kepentingan dalam berinvestasi. Gelombang penolakan Omnibus Law UU Cipta Kerja telah berlangsung sejak masih dalam bentuk Rancangan Undang-Undang (RUU), dan masih berlanjut sampai saat ini setelah disahkan pada (5/10) lalu oleh DPR RI.

“Penolakan yang telah dilakukan oleh berbagai lapisan masyarakat, seperti organisasi buruh, petani, mahasiswa, pelajar dan gerakan pro demokrasi lainnya dengan cara berunjuk rasa tidak jarang mendapatkan tindakan represif dari aparat kepolisian,” katanya.

Hingga menurut dia, kekerasan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap massa aksi penolakan Omnibus Law telah mencerminkan sikap pemerintah yang fasis, anti demokrasi dan berpihak pada kepentingan para investor. Selain mengintervensi gerakan massa dengan cara represif, tak jarang massa aksi dikriminalisasi untuk meredam gerakan rakyat.

“Aksi demonstrasi penolakan UU Cipta Kerja yang berujung rusuh pada tanggal 22 Oktober 2020 di Jalan AP Pettarani telah menjadi salah satu bukti tindakan kekerasan aparat kepolisian. Kerusuhan yang terjadi tidak hanya berdampak pada kerusakan beberapa fasilitas, tapi juga berimbas pada penangkapan beberapa mahasiswa yang faktanya tidak terlibat dalam aksi tersebut,” jelas dia.

Kata dia, salah satu korban salah tangkap dari pihak kepolisian adalah Supianto (ijul), yang merupakan Pimpinan Front Mahasiswa Nasional (FMN) Makassar. Penangkapan sewenang-wenang yang dilakukan oleh pihak kepolisian tersebut tidak berdasarkan bukti.

“Upaya kriminalisasi yang dilayangkan kepada kawan Ijul merupakan cara untuk mematikan gerakan rakyat dalam menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja,” terang Tawas.

Maka dari itu Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan menuntut tegas:
1. Stop Kriminalisasi, Bebaskan Ijul dan Korban Salah Tangkap Lainnya Sekarang juga!!!”
2. Cabut UU Cipta Kerja
3. Stop Kriminalisasi
4. Mengecam tindakan represif kepolisian, Bebaskan kawan kami!

Sekadar untuk diketahui bahwa Front Perjuangan Rakyat Sulawesi Selatan merupakan gabungan dari FMN Makassar – HMJ PKO FIK UNM – BEM FIS UNM – SERUNI Sulsel – HMPS PTP FT UNM – HMO FT UNM – BEM FMIPA UNM – FPPI Makassar – UKM LKIMB UNM – HMPS PGSD DIK JAS UNM – BEM FE UNM – HIMA AP FIP UNM – HMPS PGSD FIP UNM – BEM FBS UNM – FMK Makassar – AGRA Sulawesi Selatan – LBH Makassar – Pembaru Sulawesi Selatan – WALHI Sulawesi Selatan– Kontras Sulsel. (Ahmad)