Dimasa lampau perang selalu menjadi solusi dan media untuk menyelesaikan masalah dan dijadikan sebagai upaya untuk memperluas, menaklukkan serta mempertahankan wilayah kekuasaan.
Ibnu Khaldun menyebut bahwa usia sejarah perang dan segala bentuk konflik antar anak manusia seumur dengan sejarah dunia, perseteruan terjadi semenjak Tuhan menciptakan dunia.
Perang dahsyat dua kekuatan besar antara bangsa Romawi dan Persia yang disebutkan dalam alqur’an dan tidak terlepas juga pada masa keemasan ilmu pengetahuan Islam di Baghdag juga pernah porak poranda dibawah serangan bangsa mongol.
Kitab suci al Quran yang syamil dan kamil hadir sebagai media pesan damai dan perdamaian, tidak ada satu ayat pun tentang perang yang memaksakan seseorang untuk masuk dalam ajaran Islam, perang yang dilakukan oleh nabi dan para sahabat adalah perang membela agama dan kepercayaan demi meraih kedamaian.
Berkaca pada perjanjian Hudaibiyyah di Makkah Nabi saw bersedia menerima beberapa butir perjanjian yang sepintas merugikan umat Islam diantaranya dihilangkannya julukan mulia Rasulullah ditambahkan pada kata Muhammad dalam perjanjian serta dilarangnya umat Islam melaksanakan ibadah umrah untuk tahun itu.
Nabi Muhammad menerima perjanjian tersebut karena beliau memahami betul prinsip dasar perdamaian sehingga merelakan kerugian yang yang dapat ditolerir namun dipastikan dapat menghindari pertumpahan darah yang memakan korban jiwa.
Allah SWT mengizinkan kaum muslim untuk berperan bilamana musuh-musuh Islam telah melakukan serangan terlebih dahulu sebagaimana dalam QS. A-Hajj: 39 diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi karena sesungguhnya mereka dizalimi Allah maha kuasa menolong mereka.
Kendati demikian ada basis etika perang dalam Islam sala satunya yaitu mengedepankan prinsip kemanusiaan yakni bahwa tujuan pokok ajaran Islam adalah menjaga dan memelihara hak-hak manusia yang paling mendasar yaitu hak hidup, hak beragama, hak memelihara, hak menjaga keluarga serta hak menjaga harta.
Itulah sebabnya ajaran mulia Islam mengharamkan menghilangkan nyawa seseorang atau kelompok tanpa dasar dan alasan syar’i.
Bahkan Islam mengecam tindakan kekerasan dan menghilangkan nyawa seorang sama dengan menghilangkan nyawa manusia secara keseluruhan, artinya ketika hak-hak mendasar di atas diusik oleh seoran atau kelompok maka kewajiban kita untuk mempertahankan dengan kukuh dengan taruhan nyawa sekalipun, bahkan ketika hak beragama diganggu dan dinistakan maka menjadi wajib ain menabuh gendering perang melawan musuh agama.
Itulah sebabnya dalam QS. Albaqarah: 216 diwajibkan atas kamu berperang padahal itu tidak menyenagkan bagimu, Makna wajib perang diatas adalah ketika hak-hak manusia yang mendasar diganggu maka menjadi keharusan untuk berperang meskipun keadaan itu tidak disukai.
Semangat inilah yang diwariskan oleh para sahabat nabi untuk berjihad ke medan perang melawan musuh atas dasar membela dan mempertahankan agama Islam, bahkan tidak jarang beberapa sahabat nyaris merelakan semua hartanya untuk keperluan dan persiapan perang diantaranya adalah Usman bin Affan dan Abdurrahman bin Auf.
Ujian berat umat Islam dewasa ini adalah ketika mereka para pembenci Islam telah menggeser perang fisik dan senjata menjadi perang idiologi dan pemikiran, jawabannya mungkin umat muslim tidak harus sekedar pandai dan cinta damai tetapi harus lebih kuat bersatu dan kaya secara intelektual dari kekuatan dan kelompok pembenci Islam.
Ketika dunia Internasional mengkampanyekan HAM di lain sisi terjadi pembantaian dan pembatasan kebebasan menjalankan ajaran Islam pada kaum Islam minoritas dibeberapa negara misalnya Muslim Uighur di China, Muslim Palestina, Muslim Khasmir di India.
Organisasi besar dunia melalui PBB tidak mampu mengambil langkah dan kebijakan serta sanksi pada beberapa negara pembantai Islam minoritas, begitu juga Organisasi Islam dunia (OKI) belum mampu mengambil langkah dan menjamin kemerdekaan beragama bagi Islam minoritas, olehnya itu menjadi kewajiban umat muslimin dunia untuk menjamin kedamaian serta harkat martabat terhadap umat Islam minoritas yang terbantai, karena pada hakikatnya setiap muslim diseluruh dunia itu bersaudara.
Oleh: Andi Nasar (Penulis adalah Kader IMM Sulawesi Selatan)