Pernyataan Sikap ASP Gandeng Nelayan Kodingareng dan Takalar Gempur Kantor Gubernur

ZONATIMES.COM, Makassar – Aktivitas destruktif tambang pasir laut yang dilakukan oleh PT Royal Boskalis di wilayah tangkap nelayan Kepulauan Sangkarang telah menimbulkan berbagai masalah serius bagi kehidupan masyarakat nelayan Pulau Kodingareng Lompo.

Masyarakat nelayan Pulau Kodingareng Lompo bukan hanya mengalami kerugian ekonomi karena berkurangnya hasil tangkapan, tetapi juga mendapatkan berbagai tindakan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) hingga kriminalisasi karena upaya perjuangan menolak penambangan pasir laut.

Berbagai upaya perjuangan telah dilakukan oleh perempuan, anak-anak, nelayan dan masyarakat Kodingareng Lompo. Bahkan perempuan nelayan Pulau Kodingareng Lompo sampai melakukan aksi di rumah Jabatan Gubernur Provinsi Sulawesi Selatan dan bermalam di depan Kantor Gubernur untuk menuntu dihentikannya aktivitas dan pencabutan izin tambang pasir laut.

Resistensi yang begitu kuat oleh masyarakat nelayan Pulau Kodingareng Lompo dalam dua bulan terakhir ini merupakan tanda bahwa kehidupan mereka benar-benar menderita sejak PT Royal Boskalis melakukan penambangan pasir laut.

Gambar: Aksi Pernyataan Sikap ASP Gandeng Nelayan Kodingareng dan Takalar Gempur Kantor Gubernur.

Namun apalah daya, perjuangan perempuan dan nelayan Pulau Kodingareng Lompo sepertinya belum mampu mengetuk nurani Gubernur Sulawesi Selatan. Bukannya simpati dengan rakyatnya, Gubernur justru balik menantang masyarakat nelayan. Dengan kata lain, Gubernur juga berkontribusi besar dalam berbagai masalah yang ditimpa oleh masyarakat nelayan Kodingareng Lompo.

Selain itu, sejauh ini setidaknya 4 nelayan telah dipanggil Polairud Polda Sulawesi Selatan dan diantaranya bahkan sempat ditahan. Berbagai pemanggilan hingga penahanan nelayan merupakan bentuk kriminalisasi yang diduga dilakukan oleh PT Pelindo IV bersama PT Royal Boskalis untuk melemahkan gerakan masyarakat nelayan demi memuluskan pembangunan Makassar New Port (MNP).

Aktivitas tambang pasir laut yang menghancurkan sumber penghidupan masyarakat nelayan Kodingareng Lompo ini tidak terlepas dari Perda RZWP3K Sulsel yang mengakomodir alokasi zona tambang pasir laut. Padahal sejak awal pembahasan, masyarakat nelayan Kota Makassar dan Galesong Raya Takalar bersama ASP telah berulang kali melakukan aksi menuntut agar zona tambang pasir laut dihapus.

Konflik yang terjadi saat ini, jauh hari sebelum telah diprediksi akan terjadi. Jika Perda RZWP3K Sulsel tidak dicabut, maka konflik antara masyarakat nelayan dengan perusahaan dan pemerintah akan terus terjadi kedepannya. Izin PT. Banteng Laut Indonesia berada pada zona tambang pasir laut Blok Spermonde. Tetapi sebenarnya, selain izin PT. BLI yang diterbitnya Gubernur Nurdin Abullah, masih ada 15 IUP lainnya yang telah terbit dan sedang proses penerbitan di zona seluas sembilan ribu hektar tersebut.

Konflik berkepanjangan antara masyarakat nelayan Kodingareng Lompo ini merupakan buah dari pembangunan MNP yang juga mengabaikan hak-hak perempuan dan nelayan pesisir Kota Makassar (Tallo, Buloa, Kalukubodoa, Cambaya). Sebagai proyek strategis nasional, pembangunan MNP seharusnya menjunjung tinggi HAM dan mempertimbangan aspek lingkungan hidup.

Kendati demikian, sejak awal di tahapan perencanaan, Pelindo IV sebagai pemrakarsa telah melanggar hak asasi perempuan dan nelayan tradisional atas informasi yang utuh mengenai proyek tersebut. Seiring berjalannya pembangunan, perempuan dan nelayan tradisional Kota Makassar semakin kehilangan hak atas sumber penghidupan akibat direklamasi.

Semrawutnya atas pembangunan Makassar Newport dan tambang pasir laut oleh PT Royal Boskalis tidak boleh diteruskan. Oleh karna itu, ASP Bersama nelayan Kodingareng & Galesong menuntut: 1) Cabut izin tambang pasir laut, 2) HentikanProyek Reklamasi MNP, 3) Cabut PERDA RZWP3K Sulsel.